Lampung Selatan | redaksisatu.id – Dinas PMD membeberkan hasil koordinasi dengan pansel dan instansi terkait prihal penetapan balon kades yang diduga menggunakan ijazah palsu. Kamis, (07/04/2022)
Menurut Erdiyansyah, SH,MM, selaku Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kabupaten Lampung Selatan pada wartawan redaksaisatu.id, hari Rabu, 06/04/2022.
Kepala Dinas PMD mengatakan, sebagai dasar dan acuan timsel untuk melakukan seleksi berkas terhadap balon atau bakal calon kades adalah Peraturan Bupati Lampung Selatan nomor 12 tahun 2021 tentang pilkades.
Tugas yang dilaksanakan tim seleksi pilkades disemua tingkatan, prinsipnya hanya meneliti dan memeriksa keabsahan syarat formil berkas semata.
Seperti ada atau tidak ada berkasnya, lengkap atau tidak lengkap berkasnya, jika berkasnya lengkap secara formil ada bukti fisiknya, maka berkas dianggap lengkap (memenuhi syarat).
Menurut Dinas PMD, keabsahan berkas dilihat dari bukti legalisir berkas dan bukti fisik berkas dari lembaga yang bersangkutan dan berkasnya ada ketika diberikan pada saat didesa, Kecamatan dan Kabupaten pada saat selesai seleksi berkas pilkades diumumkan.
Balon atau calon kades yang lain dan masyarakat, dapat melaporkan calon kades yang lain, pada timsel jika ada info yang tidak sesuai atau ada indikasi berkas yang diajukan tidak benar alias palsu.
Seperti yang tertuang dalam Perbup Kabupaten Lampung Selatan nomor 12 tahun 2021 tentang pilkades pasal 33 ayat (4) apabila ada masukan dari masyarakat mengenai hasil pengumuman tersebut, seperti adanya ijazah palsu dan lain – lain maka panitia pemilihan wajib menindaklanjuti masukan tersebut dan melaporkannya kepada panitia pemilihan kabupaten.
Kepala Dinas PMD mengatakan, pada saat seleksi berkas waktu itu tidak ada laporan ke timsel kalau adanya balon atau bakal calon kades yang menggunakan dugaan ijazah palsu untuk sarat pencalonan mereka.
Diakui Kepala Dinas PMD, waktu itu memang ada ijazah yang digunakan bakal calon kades, yang berasal dari lembaga pendidikan non formal atau kesetaraan, kemudian pada saat itu langkah tim sel pilkades melakukan kroscek ke kemenag Lampung Selatan.
Iya itu sudah kebenaran ranah materiil atau pembuktian, tapi pihak Dinas PMD juga ada upaya untuk kroscek ke kemenag tehadap lembaga itu, dan melakukan koordinasi dengan Kemenag..
Oleh Kepala Kantor Kemenag di tindak lanjuti dengan surat pernyataan atau keterangan bahwa untuk pendidikan Non Formal dikembalikan kepada ponpes atau sekolah yang mengeluarkan ijazah tersebut untuk melegalisirnya.
oleh karena itu timsel menerima berkas legalisir (keabsahan) dari ponpes yang berangkutan untuk calon – calon kades yang memiliki ijazah dari pendidikan non formal atau ijazah kesetaraan tesebut.
Dan juga dalam surat pernyataan setiap berkas bakal calon kades, bahwa mereka bertanggung jawab penuh terhadap kebenaran dokumen – dokumen dalam seleksi berkas pilkades yang mereka ajukan tersebut.
Kalau dikemudian hari terdapat indikasi dugaan pemakaian ijazah palsu oleh balon atau bakal calon kades yang telah terpilih, itu bukan ranahnya timsel pilkades untuk menindak lanjutinya.
Sebenarnya ini sudah ranah hukum, karena mereka ada pernyataan bahwa calon kades bertangung jawab atas dokumen yang mereka jadikan sebagai persyaratan pencalonan mereka, ujar Erdiyansyah.
Sementara berdasarkan temuan tim wartawan redaksisatu.id, dilapangan bahwa adanya indikasi dugaan penggunaan ijazah yang diduga palsu tersebut cukup kuat dan jelas adanya, seperti yang telah diberitakan media ini di edisi sebelumnya.
Fakta yang terungkap bisa dikroscek dan dibuktikan kebenarannya seperti, adanya pengakuan secara tertulis ( Surat Pernyataan) langsung diatas materai Rp.10.000 ribu dari Muhsani oknum kades Desa Sukabanjar dan Sugianto oknum kades Desa Banjarsuri Kecamatan Sidomulyo.
Kedua oknum kepala desa itu mengakui bahwa mereka telah menggunakan ijazah diduga palsu untuk persaratan pencalonan mereka, disurat pernyataan tersebut ada lima orang saksi, salah satu saksinya adalah M.Taojiri Yusuf alias M.Yusuf yang mengaku sebagai kepala sekolah di ijazah yang mereka miliki.
Fakta berikutnya, ijazah yang diduga palsu itu, dibuat mereka jauh hari saat sekolahnya belum dibangun atau sekolahnya sendiri belum ada, dan dari penjelasan Kadis PMD diatas saat dikonfirmasi ke Kemenag Lampung Selatan, pihak Kemenag menolak meligalisir ijazah tersebut.
Itu artinya pihak Kemenag sendiri meragukan keabsahan ijazah yang digunakan bakal calon kades tersebut, sehingga pihak kemenag memilih mengembalikan pada pihak yang menerbitkan ijazah tersebut untuk melegalisir ijazahnya.
Dibagian lain wartawan redaksisatu.id, pada hari Kamis, 07/04/2023 meminta tanggapan dari Rusman Efendi,SH,MH sebagai Akademisi, Dosen sekaligus sebagai aktivis dan Ketua DPC Granat Lampung Selatan, atas adanya oknum kepala desa terpilih yang menggunakan ijazah yang diduga palsu.
Rusman mengatakan, dengan adanya pengakuan oknum kades dan orang yang diduga sebagai pembuat ijazah palsu tersebut sudah bisa dijadikan dasar adanya tindak pidana pemalsuan.
Hal tersebut seperti tertuang pada pasal 263 KUH Pidana dibawah ini.
(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan.
Dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan.
Maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun, ujar Rusman.
Kasus dugaan ijazah palsu ini harus ditindaklanjuti secara serius hingga tuntas, jangan sampai dibiarkan begitu saja, harus ada putusan dari lembaga yang berwenang yang menyatakan bahwa ijazah tersebut betul palsu, maka secara otomatis oknum kades yang bersangkutan bisa di berhentikan.
Karena tidak memenuhi persyaratan yang di amanahkan oleh Undang – undang, untuk berikutnya Dinas PMD bisa mengusulkan kepada Bupati untuk Pergantian Antar Waktu (PAW) mengisi jabatan kades yang kosong tersebut.
Kalau kasus ini dibiarkan begitu saja, maka kredibelitas pemerintah daerah patut dipertanyakan, apakah hal ini memang ada keteledoran atau justru ada dugaan pengondisian, untuk kepentingan tertentu, jadi jangan sampai publik menafsirkan macam – macam, ujar Rusman. (RS/Sai)