REDAKSISATU.ID – Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI) berkomitmen untuk menjembatani sebuah permasalahan yang berkaitan dengan regulasi dengan beberapa kebijakan-kebijakan yang mungkin saat ini perlu disingkronisasikan kembali dengan program pembangunan di Provinsi Kalimantan Barat.
Hal ini disampaikan langsung oleh Ketua Pengurus Daerah (PD) PERHAPI Perwakilan Kalimantan Barat, Abdul Haris Fakhmi saat memberikan Keterangan Pers usai Seminar Nasional Pertambangan dan Lingkungan di Gedung Auditorium Universitas Panca Bhakti Pontianak, Jalan Komodor Yos Sudarso No.1, Sungai Belitung, Kecamatan Pontianak Barat, Kota Pontianak, Kalimantan Barat, Sabtu 9 Maret 2024, Pukul 10.10-12.35 WIB.
“Agar selaras, dan kami juga berkomitmen bagaimana industrialisasi atau yang disebut tadi Hilirisasi di bidang Mineral, terutama Bauksit menjadi Aluminia, kita akan terus dorong, tidak hanya di Alumina saja, tetapi juga ke depannya kita berharap di Industri Alumunium,” ungkap Abdul Haris Fakhmi.

Karena kita tahu, lanjut Ketua PD PERHAPI Perwakilan Kalimantan Barat menyampaikan, kebijakan pemerintah pusat saat ini lebih banyak mengarah ke pembangunan Alumunium itu di wilayah Kalimantan Utara. Sementara Bauksit yang ada di wilayah kita Kalimantan Barat adalah mayoritas yang digunakan sebagai bahan baku untuk mendukung industri-industri dalam negeri, berupa Alumina dan Aluminium.
“Sehingga ke depannya kita memerlukan energi listrik yang begitu besar. Karena kita mendorong tidak hanya Alumina tetapi juga Alumunium,” terangnya.
Oleh karena itu, PERHAPI mendorong untuk energi yang terbaru agar tidak lagi menggunakan tenaga Ain energi Fosil, tetapi lebih mengutamakan transisi energi hijau, berupa tenaga Surya dan Pembangkit listrik tenaga Air.

“Pembangkit listrik tenaga air secara produktivitas biaya produksi jauh lebih murah, sehingga bisa mampu bersaing dengan investasi yang lebih bagus lagi. Sehingga yang kita dorong, adalah energi yang berbasis terbarukan sebagai mana komitmen dunia dalam menjaga perubahan iklim global,” kata Fakhmi.
Disinggung mengenai banyaknya izin Pertambangan yang dicabut di wilayah Kalimantan Barat, Dia mengungkapkan karena banyak hal-hal perizinan yang berkaitan dengan wilayah Konservasi. Oleh karena itu, perlunya mencari yang lebih mendalam dari sisi tata guna lahan dan tata ruang.
“Secara kebetulan potensi Sumber Daya Mineral dalam hal ini non logam, memang lebih banyak di wilayah-wilayah Konservasi. Oleh karena itu perlu dievaluasi bersama, bagaimana regulasi dipenataan di tata guna dan tata ruangnya. Dan kemudian sedikit menghambat jumlah-jumlah perizinan yang menumpuk di wilayah Kalimantan Barat,” sindirnya.
PERHAPI juga meliat bahwa Provinsi Kalimantan Barat begitu ketat dalam mengawal analisis mengenai dampak lingkungannya. Hal itu sebagai komitmen menjaga pertambangan dengan komitmen tetap melestarikan fungsi-fungsi lingkungan.
“Kita di Provinsi Kalimantan Barat sangat memperhatikan nilai-nilai fungsi lingkungan sebelum mengeluarkan izin-izin pertambangan yang akan diterbitkan,” pungkasnya.
Editor: Adrianus Susanto318