KALBAR | redaksisatu.id – Kasus KONI Tahun Anggaran 2015 sampai 2017 dipertanyakan publik di Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat. Kasus Rp10 Miliar ini sebelumnya dilaporkan pada bulan Januari 2019 di Kejaksaan Negeri Kapuas Hulu.
Kasus KONI tersebut dilaporkan terkait dugaan penggelapan, penipuan, hingga Jabatan Ketua KONI Kapuas Hulu yang melanggar aturan, ketentuan, dan Undang-undang yang berlaku.
Dijelaskan untuk menjabat dalam struktur kepengurusan KONI diketahui, larangan itu tertuang dalam Pasal 40 undang-undang (UU) Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (UU SKN), bahwa pengurus komite olahraga nasional, komite olahraga provinsi, dan komite olahraga kabupaten/kota bersifat mandiri dan tidak terikat dengan kegiatan jabatan struktural dan jabatan publik.
Kemudian, Pasal 56 Ayat (1) Peraturan Pemerintah RI Nomor 16 tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan, di mana bunyinya pengurus KONI, KONI Provinsi, dan KONI kabupaten/kota bersifat mandiri dan tidak terikat dengan kegiatan jabatan struktural dan jabatan publik.
“Dimana pada saat itu, Ketua KONI Kapuas Hulu dijabat oleh pejabat publik,” kata sumber yang namanya tidak dipublikasikan kepada Wartawan media www.redaksisatu.id Kepala Koordinator Perwakilan Kalimantan Barat, di Putussibau, Senin 22 Agustus 2022.
Menurutnya selama 2015 s/d 2017, pengurus KONI Kabupaten Kapuas Hulu tidak dapat menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban Keuangan kepada BPK Kalbar. Hal ini disebabkan karena kegiatan cabang olahraga saat itu fiktif, diantaranya Cabang olahraga Hoki, Sepatu Roda, Batminton, Atletik atau Panjat Tebing.
“Konyolnya saat itu disampaikan, bahwa Kapuas Hulu mengikuti Cabang olahraga Hoki dan Sepatu Roda pada Pemprov 2018, pertanyaan siapa pengurusnya, siapa atletnya dan kapan kompetisi tingkat Kabupaten diadakan,” tandasnya.
Hal tersebut, lanjutnya menyampaikan, pihak KONI Kapuas Hulu bertujuan hanya untuk mengambil dana pembinaan yang nilainya ratusan juta per tahun. Jika Pengurus Kabupaten dibantu sebesar Rp350 Juta, dan jika Porprov Kalbar setiap 4 Tahun sekali, maka satu Pengurus Kabupaten Cabang Olahraga bertanggungjawab terhadap uang Rakyat sebesar Rp1,4 Miliar.
Akibat dari perbuatan yang dilakukan pihak KONI Kapuas Hulu yang diduga kuat melakukan penggelapan dan penipuan tersebut, saat itu berdampak pada buruknya prestasi Olahraga hingga dirangking 13 dari 14 Kabupaten/Kota se-Kalimantan Barat.
“Total dana Rp10 Miliar selama 4 Tahun dari Porprov 2014 s/d 2018,” bebernya.
Hingga saat ini, kasus tersebut dipertanyakan kembali oleh Publik khususnya di Kabupaten Kapuas Hulu. Pasalnya kasus tersebut sudah dilaporkan kepada pihak penegak hukum melalui Kejaksaan Negeri Kapuas Hulu, tepatnya pada bulan Januari 2019.
“Waktu itu ada dua orang yang disebut-sebut akan ditetapkan calon tersangka, tapi kasusnya tiba-tiba berhenti,” sindirnya.
Sebagai informasi, tindak pidana korupsi berdasarkan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) yang kemudian mengalami perubahan lagi dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016 adalah:
“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Part 1
Adrian318