REDAKSI SATU – Satgas Barisan Pemuda Melayu (BPM) Kecamatan Segedong, Kabupaten Mempawah, mengungkap PT Bumi Agro Lestari (PT BAL) diduga kuat melakukan penggarapan area Hutan Kayu Bakau di area Pantai Laut Hutan Bakau, Desa Peniti Luar, Kecamatan Jongkat, Kabupaten Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat.
Persoalan PT BAL yang diduga kuat melakukan penggarapan kawasan Hutan Kayu Bakau tersebut diungkapkan langsung oleh Satgas BPM Segedong kepada media online Redaksi Satu, Kepala Koordinator Perwakilan Kalimantan Barat, pada Jumat 12 Desember 2025.
Ketua Satgas BPM Segedong, Gusti Budi Saunan menjelaskan, bahwa pengungkapan adanya penggarapan kawasan hutan kayu bakau yang diduga kuat dilakukan oleh PT BAL tersebut berawal dari informasi warga masyarakat setempat.

“Setelah mendapat informasi dari warga masyarakat, kemarin kami dari Satgas BPM Segedong, Kabupaten Mempawah turun langsung ke lokasi untuk memastikan informasi tersebut. Saat tiba di lokasi, ternyata di area Pantai Laut Hutan Bakau sebagian di garap dari Perusahaan PT BAL,” ungkap Gusti Budi Saunan melalui pesan WhatsApp nya.
Gusti Budi Saunan yang akrab disapa Pay juga menyebut, bahwa Lokasi hutan kayu bakau yang diduga kuat digarap oleh PT BAL tersebut tepatnya berada di wilayah Desa Peniti Luar, Kecamatan Jongkat, Kabupaten Mempawah.
Satgas BPM Segedong dan warga masyarakat pun merasa bingung dengan adanya penggarapan kawasan hutan kayu bakau tersebut. Karena sepengetahuan masyarakat, kayu bakau merupakan kayu yang dilindungi oleh Pemerintah.

Menurut Satgas BPM Segedong, bahwa PT BAL diduga kuat bukan hanya mengharap kawasan hutan kayu bakau, tetapi akibat aktivitas PT BAL menimbulkan berbagai persoalan di daerah itu.
“Keluhan masyarakat parit Peniti Kecil dan parit Simpang Empat Peniti Luar tersumbat, dikarenakan tanggul dari PT BAL. Bila air pasang atau banjir, naik dari tanggul tidak bisa surut sampai berbau tak sedap, bahkan genangan air yang sampai ke Jalan itu menghambat aktivitas masyarakat umum,” ujarnya.
Sebagai informasi, Penggarapan atau perusakan kawasan hutan bakau melanggar beberapa undang-undang utama di Indonesia, terutama Undang-Undang (UU) Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Berikut adalah rincian pelanggaran berdasarkan peraturan terkait:
1). Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan: Pasal 50 UU ini melarang penebangan pohon di wilayah tertentu, termasuk di kawasan perlindungan seperti hutan bakau, khususnya pada area 130 kali jarak pasang laut terendah dan pasang laut tertinggi. Pelanggaran terhadap pasal ini dapat dikenakan sanksi pidana yang diatur dalam Pasal 78, dengan ancaman pidana penjara maksimum 10 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar.
2). Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH): UU ini mengatur perlindungan ekosistem secara umum. Pasal 98 ayat (1) mengatur sanksi bagi tindakan yang mengakibatkan perusakan lingkungan hidup, dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun, serta denda paling sedikit Rp 3 miliar dan paling banyak Rp 10 miliar.
3). Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K): UU ini, sebagaimana diubah oleh UU Nomor 1 Tahun 2014, secara spesifik melarang konversi ekosistem mangrove dan kegiatan industri yang merusak fungsi ekologis pesisir. Ancaman pidana bagi pelanggar adalah penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 10 tahun, serta denda paling sedikit Rp 2 miliar dan paling banyak Rp 10 miliar.
4). Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan: UU ini fokus pada tindakan perusakan hutan, baik yang terorganisir maupun tidak, dan bertujuan memberikan efek jera bagi pelaku.



