REDAKSI SATU – Masyarakat dari berbagai Elemen Ormas dan Organisasi Kepemudaan (OKP) melakukan penolakan keras terhadap Program Transmigrasi yang kembali digencarkan di wilayah Kalimantan, khusus Provinsi Kalimantan Barat. Aksi ini mengusung tema: “Tolak Transmigrasi! Selamatkan Tanah Borneo dari Perampasan dan Kemiskinan Sistematik!”
Aksi Demo Penolakan Transmigrasi yang dilakukan Masyarakat dari berbagai elemen Ormas, dan Organisasi Kepemudaan (OKP), Organisasi Lintas Etnis, Organisasi Kesukuan dan Organisasi Kemahasiswaan tersebut dilakukan di Gedung DPRD Provinsi dan Kantor Gubernur Kalimantan Barat, Jalan Jenderal Ahmad Yani, Kota Pontianak, pada Senin 21 Juli 2025.
Menurut Masyarakat melalui Korlap Aksi Endro Ronianus, kebijakan yang diusung Pemerintah tersebut dinilai tidak berpihak pada masyarakat lokal, dan mengulang pola lama yang telah menimbulkan konflik agraria dan marginalisasi masyarakat adat, Alih-alih membawa kesejahteraan, transmigrasi justru membuka celah baru bagi ketimpangan sosial dan perebutan ruang hidup yang tidak adil.

Lanjut Endro mengatakan bahwa Penolakan terhadap transmigran yang tidak membawa manfaat bukanlah bentuk intoleransi. Selama ini, khususnya di Kalimantan Barat, program tersebut mendapatkan perlakuan yang istimewa kepada mereka, mulai dari penyediaan fasilitas yang memadai hingga berbagai bentuk dukungan lainnya. Bahkan hingga saat ini, pemerintah masih terus mengupayakan revitalisasi terhadap kawasan transmigrasi, meskipun program tersebut sudah tidak lagi memberikan dampak yang signifikan. Sementara itu, masyarakat lokal masih terus berjuang untuk mendapatkan perhatian dan perlakuan yang setara dari pemerintah.
Berikut poin-poin tuntutan yang disampaikan oleh masyarakat yang tergabung dari berbagai elemen, yakni sebagai berikut:
1. MENOLAK DENGAN TEGAS, program transmigrasi dalam bentuk apapun yang di masukan kedalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), khususnya Program 5T yang ditetapkan oleh Kementrans sebagai Program Unggulan di seluruh Wilayah Kalimantan Barat.
2. MENUNTUT Pemerintah Pusat melalui Kementrans untuk menghapuskan program transmigrasi yang memindahkan masyarakat dari Luar Kalimantan untuk tinggal dan menetap di seluruh wilayah Kalimantan, khususnya di Kalimantan Barat.

3. MENUNTUT Pemerintah Pusat melalui Pemerintah Daerah untuk mengambil alih kembali tanah-tanah yang telah ditinggalkan bahkan dijual oleh transmigran dari program-program sebelumnya. Dan menyerahkan tanah tersebut untuk dapat dikelola oleh masyarakat lokal setempat.
4. MENUNTUT Pemerintah Pusat untuk menyelesaikan sengketa maupun konflik agraria yang telah terjadi akibat dari program transmigrasi yang sebelumnya dilaksanakan. Dan mengembalikan hak masyarakat adat dan masyarakat lokal yang terdampak dari program tersebut.
5. MENUNTUT Pemerintah Pusat untuk tidak menerbitkan SHM pada lokasi transmigrasi yang bermasalah dengan merugikan masyarakat adat dan masyarakat lokal yang tanahnya diklaim dan diserahkan kepada transmigran dalam program sebelumnya.

6. Mendesak PEMERINTAH PUSAT untuk mengalihkan dana revitalisasi Program Transmigrasi khusus di Kalimantan Barat agar diperuntukkan bagi Pembanguan Insfratruktur Jalan, Listrik dan Air Bersih.
7. Meminta Pemerintah Pusat MEMAKSIMALKAN program transmigrasi lokal yang sudah ada di Kalimantan Barat untuk dilakukan Pembinaan dan Dukungan Insfratruktur.
8. Meminta Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat untuk memasukan Program Transmigrasi Lokal antar Kabupaten di Provinsi Kalimantan Barat ke dalam Rencana Jangka Menengah Daerah tahun 2029-2034.
“Tolak transmigrasi di wilayah Kalimantan Barat,” ujar Massa Aksi.
Menanggapi tuntutan massa aksi ini, melalui Aloysius selaku Ketua DPRD Provinsi Kalimantan Barat berjanji akan menyampaikan secepatnya ke Pemerintah Pusat. DPRD Provinsi Kalimantan Barat juga sepakat dengan apa yang menjadi tuntutan massa aksi atas penolakan Transmigrasi di wilayah Kalimantan Barat.
“Aspirasi masyarakat ini akan kami sampaikan secepatnya, besok juga akan kami sampaikan aspirasi ini kepada Pemerintah pusat,” pungkasnya.