REDAKSI SATU – Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat (Kejati Kalbar) bersama Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat resmi menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) tentang Penerapan Pidana Kerja Sosial bagi Pelaku Tindak Pidana, di Aula Baharuddin Lopa Lantai 4 Kejati Kalbar.
Penandatanganan MoU antara pihak Kejaksaan dan Pemerintah daerah ini merupakan langkah strategis dalam mendukung implementasi berlakunya KUHP Nasional Nomor 1 Tahun 2023 yang akan mulai berlaku tanggal 2 Januari 2026 sebagai kebijakan pemidanaan modern yang lebih humanis, efektif, dan berorientasi pada pemulihan sosial.
MoU ini ditandatangani langsung oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat, Dr. Emilwan Ridwan, dan Gubernur Kalimantan Barat, Drs. H. Ria Norsan, M.M., M.H, serta Kejari dan Walikota/Bupati se-Kalimantan Barat dengan disaksikan dan dihadiri oleh Jampidum Kejaksaan Agung RI yang diwakili oleh Direktur A pada Jampidum Kejaksaan Agung RI Dr. Hari Wibowo, SH.MH, Pemimpin Wilayah Jakarta Jamkrindo Muchamad Kisworo, Sekda Propinsi Kalbar dr Harisson, para Asisten Kejati Kalbar, Kacabjari dan Kasi Pidum, serta tamu undangan lainnya.

Dalam sambutannya, Kajati Kalbar Dr. Emilwan Ridwan menyampaikan bahwa Pidana Kerja Sosial adalah Wujud Reformasi Pemidanaan dimana kita akan memberlakukan KUHP Nasional karya anak bangsa sendiri yang menegaskan bahwa pidana kerja sosial merupakan salah satu bentuk terobosan hukum dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia yang menekankan aspek keadilan restoratif.
“Pidana kerja sosial menjadi pilihan pemidanaan yang lebih berorientasi pada pemulihan moral dan sosial pelaku, sekaligus mengurangi dampak negatif hukuman penjara jangka pendek. Melalui kerja sama ini, Kejaksaan ingin memastikan implementasi pidana kerja sosial berjalan lebih terstruktur, terukur, dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat,” ujarnya.
Saat kegiatan Penandatanganan MoU ini, Kajati juga menyampaikan apresiasi kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat yang telah membuka ruang kerja sama lintas sektor, termasuk penyediaan lokasi, mekanisme pengawasan, dan dukungan teknis bagi pelaksanaan pidana kerja sosial.

Dalam kesempatan yang sama, Gubernur Kalimantan Barat Ria Norsan menekankan bahwa Pemprov siap mendukung penuh program ini sebagai bagian dari penguatan layanan publik dan peningkatan tata kelola pemerintahan daerah.
“Pidana kerja sosial bukan hanya memberikan efek edukatif bagi pelaku tindak pidana, tetapi juga berkontribusi positif terhadap lingkungan dan pelayanan sosial masyarakat. Kami menyambut baik kolaborasi ini dan akan memastikan setiap OPD terkait dapat berperan aktif,” tegas Gubernur.
Pemprov Kalbar akan menyediakan unit-unit kerja, fasilitas publik, dan lokasi strategis yang dapat menjadi tempat pelaksanaan pidana kerja sosial, serta melakukan koordinasi teknis agar pelaksanaan berjalan tertib dan sesuai ketentuan, Penyediaan tempat pelaksanaan pidana kerja sosial pada dinas/OPD di lingkungan Pemprov Kalbar, Mekanisme pengawasan terpadu antara Jaksa, OPD, dan petugas pendamping, Penyusunan SOP teknis untuk penerapan pidana kerja sosial yang adaptif terhadap kondisi daerah, Pelatihan bagi aparat penegak hukum dan petugas OPD terkait serta Pelaporan dan evaluasi berkala pelaksanaan pidana kerja sosial.
Saat menghadiri Penandatanganan MoU ini, Direktur A pada Jampidum Dr. Hari Wibowo, membacakan sambutan Jampidum Kejaksaan RI. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum), menekankan bahwa kebijakan pidana kerja sosial merupakan prioritas nasional untuk mengurangi ekses negatif hukuman penjara jangka pendek dan memberikan ruang pemidanaan yang lebih proporsional.
“Pidana kerja sosial telah terbukti menjadi solusi untuk mengoptimalkan pembinaan bagi pelaku tindak pidana ringan. Pelaksanaan kerja sama ini menjadi salah satu langkah konkret untuk memperkuat implementasinya di seluruh Indonesia, termasuk Kalimantan Barat sebagai salah satu daerah yang progresif dalam menjalankannya,” ujar Dir A.
Pengesahan KUHP Nasional membawa sejumlah perubahan berarti dalam hukum pidana nasional Indonesia. Salah satunya adalah melepaskan diri dari paradigma keadilan retributif. Undang-undang ini mengusung paradigma pemidanaan modern dengan tujuan mewujudkan keadilan korektif, keadilan restoratif, dan keadilan rehabilitatif, yang mana hal tersebut salah satu bentuk respon terhadap dinamika yang berkembang dalam masyarakat. Oleh karena itu, dengan adanya upaya dari semua pihak melaksanakan penerapan KUHP Nasional dengan baik, hal tersebut juga merupakan bentuk dukungan dalam mewujudkan transformasi penegakan hukum modern di Indonesia.
Dalam penerapannya, pidana kerja sosial merupakan jenis pidana pokok yang baru diatur dalam hukum materiil di Indonesia. Pidana tersebut akan dikembangkan sebagai alternatif pidana penjara jangka pendek dengan ketentuan yang telah diatur secara komprehensif. Selanjutnya, beberapa tujuan penting penjatuhan pidana kerja sosial di antaranya: 1. Mengurangi penjatuhan pidana penjara; 2. Mengurangi Prison Overcrowding; 3. Memberikan kesempatan bagi Terpidana untuk melaksanakan interaksi sosial yang bermanfaat dalam masyarakat; serta 4. Mewujudkan konsep keadilan restoratif dan rehabilitatif yang sesuai dengan prinsip penegakan hukum humanis.
Saat penandatanganan MoU ini, Ia juga menegaskan bahwa Kejaksaan RI akan terus memperkuat pedoman, SOP, serta mekanisme evaluasi agar pidana kerja sosial terlaksana dengan baik dan tidak disalahgunakan.
“Kami mengapresiasi Kejati Kalbar, Pemerintah Provinsi Kalbar, dan Jamkrindo yang telah berkomitmen mendukung penerapan pidana kerja sosial ini secara profesional dan akuntabel,” tutupnya.
Perwakilan Jamkrindo, dalam paparannya menyampaikan bahwa sebagai perusahaan yang memiliki komitmen pada pembangunan sosial, Jamkrindo merasa terhormat dapat menjadi bagian dari inisiatif mulia ini.
Dukungan Jamkrindo dalam pengembangan sumber daya manusia pada program keadilan restoratif disampaikan oleh Pemimpin Wilayah Jakarta Jamkrindo Muchamad Kisworo dalam rangkaian kegiatan Penandatanganan MoU Nota Kesepahaman antara Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat serta Penandatanganan MoU Kerja Sama antara Kejaksaan Negeri se-Kalimantan Barat dengan Pemerintah Kabupaten/Kota se-Kalimantan Barat pada Kamis (4/12/2025) di Pontianak.
Pidana kerja sosial merupakan pelaksanaan pidana dalam konteks keadilan restoratif (restorative justice) melalui pemulihan hubungan dan keseimbangan sosial yang rusak akibat tindak pidana, bukan semata-mata pada pemberian hukuman kepada pelaku. Pelaksanaan keadilan restoratif membutuhkan dukungan dari banyak kalangan, termasuk dukungan bagi para peserta keadilan restoratif untuk mendapatkan keterampilan produktif sebagai bekal untuk membuka usaha dan melanjutkan hubungan bermasyarakat setelah menjalani hukuman.
“Kerja sama ini menjadi wujud nyata kepedulian kami terhadap upaya perbaikan sosial dan peningkatan kualitas hidup masyarakat. Kami menilai pidana kerja sosial sebagai mekanisme yang produktif, edukatif, dan memberikan kesempatan bagi individu untuk berubah secara positif,” jelas perwakilan Jamkrindo.
Jamkrindo menyatakan siap menyediakan lingkungan kerja yang aman, layak, dan sesuai standar bagi peserta pidana kerja sosial sesuai kebutuhan program.
“Kami berharap sinergi ini menjadi langkah awal dari kolaborasi berkelanjutan antara sektor swasta dan Kejaksaan dalam mendukung kebijakan hukum yang progresif dan bermanfaat,” pungkasnya.
Acara ditutup dengan penandatanganan MoU dokumen kerja sama, foto bersama, dan ramah tamah. Dengan terjalinnya MoU dan PKS ini, Kejaksaan Tinggi Kalbar, Pemerintah Provinsi Kalbar, dan Jamkrindo menegaskan komitmennya untuk menghadirkan pemidanaan yang lebih humanis, proporsional, dan berorientasi pada pemulihan sosial, sekaligus memberikan manfaat nyata bagi masyarakat Kalimantan Barat.



