REDAKSISATU.ID – Kurang lebih 300 orang massa dari Aliansi Buruh Sambas-Bengkayang (ABSB) menggelar Aksi Damai di Depan Kantor Pengadilan Negeri (PN) Pontianak, Jl. Sultan Abdurrahman No.29, Sungai Bangkong, Kec. Pontianak Kota, Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat, Senin 25 Maret 2024. Aksi Damai tersebut tujuannya untuk mengawal dan memberikan pendampingan terhadap Mulyanto dalam Sidang Perdana yang berlangsung secara Virtual, massa juga meminta agar Mulyanto bisa ditangguhkan hingga dibebaskan dari jeratan hukum.
“Kami dari Aliansi Buruh Sambas-Bengkayang dan jaringan advokasi serta jaringan solidaritas bertekad, akan menemani perjuangan Mulyanto dalam menghadapi kriminalisasi ini sampai akhir,” kata Sher Khan saat membacakan Press Release di depan juru bicara sekaligus Hakim Pengadilan Negeri Pontianak.
Lanjut perwakilan Massa Aksi Damai itu menyampaikan, saudara Jaksa, Majelis Hakim PN Pontianak, dan publik harus menyadari, bahwa upaya peradilan terhadap Mulyanto ini ialah bentuk rekayasa kriminalisasi kasus hukum yang terstruktur dan sistematis, untuk melemahkan perjuangan buruh di Sambas dan Bengkayang.

“Selama ini kami memperjuangkan hak normatif yang telah dijamin oleh konsitusi dan undang-undang, yang sampai hari ini masih diabaikan dan dilanggar oleh PT. Duta Palma Group,” tandasnya.
Berbagai persoalan pun diungkapkan oleh Massa Buruh, dan hal itu diminta agar semua pihak bisa memahami berbagai persoalan tersebut, diantaranya terkait masalah upah yang tidak dibayar secara layak, tidak diberikan jaminan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, upah lembur buruh dipotong, dan lain sebagainya.
“Bahwa mangkirnya PT. Duta Palma Group atas kewajiban normatif mereka terhadap kami sudah berlangsung selama belasan tahun. Sejak tahun 2022, kami para buruh bersama saudara kami Mulyanto, telah memperjuangkan hak kami lewat berbagai perundingan di Disnaker Sambas, Disnaker Bengkayang, Disnaker Provinsi Kalbar, bahkan menyuarakannya di hadapan anggota legislatif. Namun, karena PT. Duta Palma selalu mangkir, dan perundingan selalu berakhir tanpa kata sepakat, maka kami melakukan aksi mogok kerja. Wajib pula dipahami: Mogok Kerja adalah hak buruh yang dijamin oleh Pasal 137 Undang-Undang 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, akibat gagalnya perundingan,” ungkap ratusan massa itu.

Atas berbagai persoalan itu, para buruh itu pun telah menyelenggarakan Mogok Kerja sebanyak tiga gelombang secara tertib dan damai, yaitu pada Mei, Juni, dan Agustus 2023.
“Namun, tanggal 19 Agustus 2023 harus diperingati sebagai monumen brutalitas oknum aparat. Pada hari Sabtu kelabu itu, aksi Mogok Kerja yang sah dan dijamin oleh undang-undang telah dibubarkan secara paksa, lewat kabut gas air mata dan hujan peluru karet. Selain kami para buruh, perempuan dan anak-anak juga menjadi korbannya. Mereka berurai air mata, sesak napas, dan mengerang kesakitan akibat tindakan oknum aparat yang brutal. Selain kesakitan secara fisik, yang juga kami rasakan ialah hampa hak, di mana seharusnya hak kami dijamin oleh negara namuri justru ditiadakan bahkan direnggut,” tandas para buruh yang melakukan Aksi Damai depan Kantor Pengadilan Negeri Pontianak itu.
Lanjut massa Aliansi Buruh Sambas-Bengkayang itu menyebut, sudah jatuh tertimpa tangga. Kami yang telah menjadi korban brutalitas alat negara, juga harus menanggung tuduhan anarkis dan kriminal. Saudara kami, Mulyanto, dibikin menjadi pesakitan dalam jeruji besi, ditahan selama lebih dari 120 hari, atas tuduhan yang dibuat-buat atau diada-adain oleh oknum aparat.

“Hari ini kami kembali menagih penangguhan penahanan terhadap Mulyanto. Di bulan suci Ramadhan ini, kami berharap dapat berkumpul dengan Mulyanto, dan Mulyanto dapat berkumpul dengan anak istri dan keluarganya. Untuk itu kami meminta kepada Majelis Hakim yang terhormat, agar tidak tutup mata pada konteks dibalik kejadian tanggal 19 Agustus itu. Bahwa justru Mulyanto lah yang merupakan pejuang hak asasi, yang seharusnya terhindar dari kriminalisasi, dan bisa bebas berkumpul dengan keluarganya. Untuk itu kami meminta agar Majelis Hakim menangguhkan penahanan Mulyanto,” harap para Buruh itu.
Atas peristiwa dan persoalan itu, para buruh itu juga meminta agar para Jaksa Penuntut Umum dan Yang Mulia Majelis Hakim juga harus membuka mata. Bahwa kriminalisasi ini telah direkayasa sedemikian rupa.
“Semula, kami dan Mulyanto dituduh anarkis dan menggunakan senjata api. Namun sekarang, terbukti itu hanyalah rekayasa dan halusinasi aparat belaka. Dakwaan terhadap Mulyanto sudah tidak lagi soal kepemilikan atau penggunaan senjata api, namun senjata tajam. Kami ini buruh sawit, alat kerja kami adalah dodos, egrek, parang, dil. Apakah itu yang dimaksud senjata tajam? Jika demikian, apakah kelak jarum suntik yang dipakai dokter atau jarum jahit yang dipakai penjahit bisa dianggap sebagai senjata tajam? Jelas ini mengada-ada,” terang ratusan para Buruh dari Aliansi Buruh Sambas-Bengkayang.
Dalam kesempatan ini, ratusan Massa Buruh yang menilai Jaksa dan Yang Mulia Majelis Hakim cukup terdidik daripada buruh, agar bisa memilah siapa penjahat dan mana yang merupakan kejahatan.
“Kami titipkan peradilan yang mulia ini agar mampu mengungkap penggunaan aparat negara secara berlebihan, mengungkap pula mangkirnya perusahaan terhadap kewajiban normatifnya, dan menegakkan keadilan setegak-tegaknya,” pungkasnya.
Menanggapi permintaan massa buruh yang meminta penangguhan terhadap Mulyanto, Juru bicara sekaligus Hakim Pengadilan Negeri Pontianak mengatakan bahwa hal tersebut akan ditentukan dalam sidang berikutnya, yaitu pada hari Senin 1 April 2024.
“Press Release tadi sudah kami terima, sudah disampaikan kepada Pimpinan dan juga kepada Majelis Hakim, intinya tentang penangguhan penahanan telah disampaikan kepada Majelis Hakim dan Majelis Hakim akan bermusyawarah, dan akan ditentukan dalam persidangan berikutnya,” ungkap Udud Widodo saat menemui Massa Aksi Damai.
Sementara itu, berdasarkan pantauan di lapangan, Aksi Damai dari Aliansi Buruh Sambas-Bengkayang (ABSB) berjalan aman, lancar dan kondusif atas kerjasama dan pengamanan dari pihak Kepolisian Polresta Pontianak.
Sebagai informasi, PT. Duta Palma Group adalah milik Koruptor Triliunan atas nama Surya Darmadi alias Apeng. Di mana Surya Darmadi alias Apeng sendiri sempat dinyatakan sebagai DPO terkait kasus Ilegal Logging atau kasus tenda biru wilayah Kalimantan Barat, khususnya Ilegal Logging di Perbatasan RI-Malaysia tahun 2004.
Editor: Adrianus Susanto318