DOSA YANG MERASA AMAN
Cerpen: oleh Ismilianto
Lampu kamar itu redup.
Jam di dinding menunjukkan lewat tengah malam.
Ia berbaring, memejamkan mata, menunggu kantuk datang.
Seharian ia merasa baik-baik saja.
Tidak mencuri.
Tidak berzina.
Tidak memukul siapa pun.
“Alhamdulillah… aku orang baik,” gumamnya dalam hati.
Namun malam tidak pernah bisa dibohongi.
Saat rumah sunyi, suara itu datang.
Bukan dari luar, tapi dari dalam dada.
Kenangan kecil yang dulu dianggap sepele mulai muncul.
Ucapan yang melukai orang lain, tapi tak pernah diminta maaf.
Pandangan yang sengaja dituruti.
Ibadah yang ditunda dengan alasan lelah.
Doa yang dibaca tanpa rasa takut.
Ia membalikkan badan, mencoba lari dari pikirannya.
“Ah… itu dosa kecil,” ia membela diri.
“Allah Maha Pengampun.”
Tiba-tiba hatinya terasa berat.
Bukan sedih.
Bukan marah.
Hanya… kosong.
Ia teringat satu kalimat Rasulullah SAW yang dulu pernah ia dengar:
“Jika seorang hamba berbuat dosa, maka dititikkan satu noda hitam di hatinya…”
(HR. Tirmidzi)
Ia terdiam.
“Bagaimana jika noda itu sudah banyak?”
“Bagaimana jika hatiku sudah hitam tanpa aku sadari?”
Malam semakin sunyi.
Adzan Subuh masih jauh.
Tapi dadanya terasa sempit, seolah ada beban yang menindih.
Ia duduk.
Menatap sajadah yang terlipat rapi di sudut kamar.
Sudah lama sajadah itu jarang disentuh di tengah malam.
Teringat kisah seorang ulama salaf yang pernah ia baca:
“Aku mengetahui dosaku bukan dari ucapan manusia, tapi dari beratnya bangun malam.”
Ia menelan ludah.
Pantas saja tahajud terasa berat.
Pantas saja doa seperti mental kembali.
Pantas saja Al-Qur’an tak lagi menggetarkan.
Bukan karena Allah jauh.
Tapi karena ia yang perlahan menjauh… sambil merasa aman.
Ia berdiri.
Membuka sajadah.
Air matanya jatuh tanpa aba-aba.
“Ya Allah… aku kira dosaku kecil,
ternyata akulah yang mengecilkan rasa takutku kepada-Mu.”
Malam itu ia sujud lama.
Bukan karena ingin terlihat saleh.
Tapi karena takut mati dalam keadaan merasa aman dari dosa.
Dan di antara isak tangisnya, ia sadar satu hal:
Dosa yang paling berbahaya
bukan yang besar dan ditakuti,
tetapi yang kecil, diulang, dan tidak pernah ditangisi.
Jika malam ini Allah masih membuatmu Bu gelisah,
itu bukan hukuman.
Itu tanda:
Allah masih ingin hatimu
* Ismilianto pada 1990-an Guru Bahasa Indonesia di SMAN Tais Seluma



