REDAKSI SATU – Ratusan massa dari Barisan Pemuda Melayu (BPM) Kalimantan Barat menggelar Aksi Unjuk Rasa di dua lokasi berbeda, yakni Mapolda Kalbar dan Kantor Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat, Jalan Jenderal Ahmad Yani, Kota Pontianak, pada Rabu 15 Oktober 2025, siang.
Aksi ratusan massa BPM Kalbar ini menyoroti dugaan lambannya penanganan kasus peredaran oli diduga palsu yang melibatkan tersangka bernama Edy Chow. Sebanyak 567 peserta aksi turun ke jalan membawa tiga tuntutan utama.
Ketua Umum BPM Kalbar, Gusti Edi, dalam orasinya menyebutkan, tuntutan itu meliputi penangkapan terhadap “Cukong Oil” Edy Chow yang telah di tetapkan sebagai tersangka namun belum ditahan, penindakan terhadap “Cukong Tambang” yang merusak kawasan Cagar Alam Bumi Khatulistiwa, serta penindakan terhadap oknum aparat penegak hukum yang diduga melakukan pembiaran.

Usai berorasi di Mapolda Kalbar, massa bergerak menuju Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat mendesak Kejati segera menuntaskan perkara kasus Oli Palsu tersebut. Kasus itu di ketahui telah dilimpahkan dari penyidik Polda Kalbar ke Kejati Kalbar untuk tahap penuntutan.
“Memang benar berkas perkara sudah masuk tahap I (satu) dan sudah kita terima untuk diteliti kelengkapan formil maupun materilnya, dan saat ini berkas perkara telah dikembalikan lagi ke penyidik Polda untuk melengkapi berkas perkara sebagaimana petunjuk Jaksa Peneliti,” ujar Koordinator Kejati Kalbar, Juliantoro.
Dalam kesempatan ini, Koordinator Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat menekankan berkomitmen menuntaskan kasus secara transparan, dan berkeadilan.

Di halaman Kantor Kejati, aksi BPM Kalbar berlangsung dengan simbolis yang menarik perhatian publik. Ketua Umum BPM Kalbar, Gusti Edi, mengalungkan bungkus Tolak Angin kepada salah satu pejabat Kejati Kalbar.
“Tindakan itu memiliki makna simbolik agar pihak kejaksaan tidak “masuk angin” dalam menangani kasus dugaan peredaran oli palsu dan sejumlah kasus besar lainnya di Kalbar. Tolak angin supaya kasus oil tak masuk angin,” tegas Gusti Edi.
Berdasarkan hasil penyidikan, Edy Chow ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menjadi pembuat sekaligus pengedar oli palsu dari berbagai merek ternama di wilayah Kalimantan Barat.

Oli Palsu tersebut diduga diperolehnya dari tiga orang berinisial WG, CEH, dan FO, yang disebut memiliki hubungan dengan pejabat penting di tingkat pusat.
Edy Chow juga di ketahui merupakan anak sulung dari FS, seorang pengusaha yang di kabarkan dekat dengan pejabat tinggi di tingkat Provinsi. Kedekatan ini disebut-sebut menjadi salah satu alasan publik mendesak Kejati Kalbar agar bertindak profesional dan transparan.
Gusti Edi menilai, kasus dugaan pemalsuan oli ini termasuk kejahatan berlapis, karena melanggar sejumlah ketentuan hukum yang diatur dalam beberapa undang-undang sekaligus. Berdasarkan hasil telaah hukum, BPM Kalbar menyebut daftar pasal yang menjerat tersangka:

1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Pasal 100 ayat (1) dan (2) melarang penggunaan merek terdaftar tanpa izin resmi. Ancaman hukuman: penjara maksimal 5 tahun dan denda hingga Rp2 miliar.
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pasal 8 ayat (1) dan Pasal 62 ayat (1) melarang produksi atau penjualan barang yang menyesatkan serta merugikan konsumen. Ancaman hukuman: penjara maksimal 5 tahun dan denda Rp2 miliar.
3. Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penipuan. Menjerat pelaku yang menipu konsumen dengan menjual produk palsu seolah-olah asli. Ancaman hukuman: penjara maksimal 4 tahun.
4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Pasal 104 mengatur larangan memperdagangkan barang yang tidak sesuai standar mutu. Ancaman hukuman: penjara maksimal 5 tahun dan denda hingga Rp5 miliar.
5. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian. Pasal 120 menjerat pelaku industri tanpa izin resmi atau tidak memenuhi standar SNI. Ancaman hukuman: penjara maksimal 5 tahun dan denda Rp3 miliar.
“Apabila seluruh pasal tersebut di terapkan secara kumulatif, Edy Chow terancam hukuman total 24 tahun penjara dan denda gabungan mencapai Rp17 miliar,” ujarnya.
Selain merusak reputasi produsen resmi dan merugikan konsumen, oli palsu juga berpotensi menyebabkan kerusakan mesin kendaraan dan kecelakaan di jalan raya. Massa menilai, penegakan hukum terhadap kasus semacam ini harus transparan dan bebas dari intervensi politik maupun kepentingan pribadi.
Aksi BPM Kalbar menjadi penegasan bahwa masyarakat Kalimantan Barat menuntut ketegasan penegakan hukum terhadap kasus industri ilegal yang merugikan banyak pihak.
Aksi BPM Kalbar pun berakhir tertib dengan pengawalan ketat dari aparat Kepolisian. Namun, menggaung desakan mereka agar Kejati Kalbar segera menangkap dan menahan Edy Chow karena sudah merugikan masyarakat pada umumnya dan mengusut tuntas jaringan di balik bisnis oli palsu dalam perkara tersebut.