MEDAN | redaksisatu.id – Sidang lanjutan terdakwa Johan (36) perkara perjudian yang digelar di ruang Cakra 8 Pengadilan Negeri Medan, Selasa, (21/12/2021) beragendakan mendengarkan keterangan saksi ahli pidana dan saksi Verbalisan.
Ahli pidana Dr. Berlian Simarmata, SH, M.Hum menerangkan bahwa seseorang yang mengalami gangguan mental tidak dapat di hukum.
Hal itu diungkapkan saksi ahli dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Eliwarti, SH, MH. Selain itu menurut Dr. Berlian, apabila saat penyidikan, penuntutan maupun dipersidangan diketahui bahwa terdakwa mengalami gangguan mental, maka harus dihentikan, sebab kata ahli percuma dilanjutkan, karena terdakwa yang mengalami gangguan mental tak dapat di hukum.
“Sesuai pasal 44 KUHPidana, itu tidak bisa diminta pertanggungjawaban. Kalau itu ketahuan di proses penyidikan harus dihentikan. Kalau ketahuan di penuntutan harus dihentikan, dan kalau ketahuan di persidangan harus dihentikan,” jelas saksi ahli.
Setelah mendengar keterangan saksi ahli, Majelis Hakim melanjutkan mendengarkan keterangan dari saksi verbalisan penyidik dari Poldasu, Aiptu B. Eko Rizaldi dan Bripka Fredy Sinaga.
Saat ditanya Majelis Hakim mengenai surat keterangan visum et repertum psychiatrycum nomor : VER /139/VIII/2021/ RS Bhayangkara yang menyatakan terdakwa mengalami gangguan mental, Skizofrenia Paranoid, saksi Eko Rizaldi membenarkan kalau dirinya yang membawa terdakwa ke Rumah Sakit Bhayangkara.
Selain itu saksi Eko yang ditanya ketua Majelis Hakim apakah ada surat asli dari foto copy surat dari RS Bhayangkara yang ditangan penasehat hukum terdakwa, dengan tegas saksi menjawab ada.
“Iya ada yang mulia, ada kita bawa yang mulia,” ucap saksi sembari menunjukkan surat asli dari RS Bhayangkara yang menyatakan bahwa terdakwa mengalami sakit jiwa.
Setelah mendengar keterangan dari para saksi, Majelis Hakim menunda persidangan.
Setelah diluar persidangan penasehat hukum terdakwa yakni Jonen Naibaho, SH didampingi Suwandi, SH, Andus H Lingga, SH dan Rudolf Naibaho, SH berharap agar Majelis Hakim untuk menghentikan perkara kliennya yang mengalami gangguan mental.
“Sudah kita dengar tadi di persidangan keterangan dari saksi ahli pidana yang mengatakan bahwa sesuai dengan Pasal 44 orang yang mengalami gangguan mental maupun sakit jiwa tidak dapat di hukum. Artinya, buat apa lagi di sidik, buat apalagi dituntut, toh tidak dapat di hukum. Karena klien kami sudah menjalani selama 7 bulan, kami berharap kepada Majelis Hakim untuk mempedomani Pasal 44 tersebut. Supaya ada alasan yang namanya pemaaf, terhadap perbuatan pidana dia,” jelas Jonen Naibaho.
Sementara Andus H Lingga juga menyebutkan bahwa didalam persidangan saksi verbalisan telah menunjukkan surat asli dari rumah sakit Bhayangkara.
“JPU telah diperintahkan Majelis Hakim agar menghadirkan saksi verbalisan, penyidik yang memeriksa terdakwa. Saksi verbalisan tadi membenarkan bahwa visum terhadap Johan itu ada aslinya pada penyidik. Yang mana dalam perkara ini tidak terlampir bukti visum et repertum yang dikeluarkan dr. Superida Ginting M.Ked (KJ) SpKJ dari RS Bhayangkara. Dan di persidangan tadi penyidik membenarkan dan sudah ditunjukkan di persidangan tadi,” kata Andus.