Anggota DPR Fraksi PDIP Masinton Pasaribu mengusulkan hak angket terhadap MK, yang merembet ke isu menggulingkan Jokowi, dari politisi PKS Mardani Ali Sera.
“Mengajukan hak angket terhadap lembaga Mahkamah Konstitusi. Kita tegak lurus terhadap konstitusi kita,” ujar Masinton dalam rapat paripurna DPR, Jakarta, Selasa (31/10/2023).
Masinton mengajukan hak angket, karena MK telah mengeluarkan putusan syarat batas usia capres-cawapres yang meloloskan putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres.
Ia mengajak anggota DPR untuk membuka mata terhadap putusan MK yang dinilai janggal. Putusan itu, menurutnya, hanya demi pragmatisme politik semata.
“Ini kita berada dalam situasi yang ancaman terhadap konstitusi kita, Reformasi 98 jelas memandatkan bagaimana konstitusi harus diamandemen UU dasar itu,” kata Masinton.
Aacana hak angket ini merembet ke isu menggulingkan Jokowi, yang diembuskan politisi PKS Mardani Ali Sera.
Ia mencetuskan isu pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi), jika dugaan cawe-cawe atau campur tangan dalam Pilpres 2024 terbukti.
“Jika faktanya verified, pemakzulan bisa menjadi salah satu opsi,” kata Mardani.
Ia pun menyebut laporan utama sebuah majalah sebagai rujukan cawe-cawe Jokowi. “Monggo dilanjutkan proses investigasinya jika merasa datanya verified,” katanya.
Sementara, Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid mengaku mendapat masukan masyarakat terkait wacana menggulingkan Jokowi.
Putusan itu dianggap bermasalah karena dianggap sengaja memberikan jalan bagi putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden.
Terlebih, Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman merupakan ipar Jokowi.
“Itu yang embrio ke arah situ (pemakzulan) memang banyak masukan dari masyarakat,” kata Jazilul, Sabtu (4/11/2023).
Sementara usulan Hak Angket sebagai bentuk kekecewaan terhadap MK yang dinilai sengaja memberikan karpet merah kepada Gibran.
“Kekecewaan ini makin lama makin hari makin meluas. Banyak tokoh-tokoh nasional yang meluapkan kekecewaan terhadap demokrasi yang makin terpuruk,” kata Jazilul.
Sedangkan, pengamat politik dari Formappi, Lucius Karus menilai DPR harus memastikan dulu hak angket bisa berjalan mulus di parlemen baru bicara pemakzulan.
“Pastiin dulu Angketnya baru bicara pemakzulan ya,” katanya.
Ia pun menjelaskan mekanisme pemakzulan lewat hak angket.
“Secara garis besar pemakzulan dimaknai sebagai proses, cara, atau perbuatan untuk memakzulkan seseorang dari jabatannya, memberhentikan dari jabatan, atau meletakkan jabatannya (sendiri) sebagai pemimpin,” katanya.
Sementara, pemakzulan presiden secara tegas telah diatur dalam Pasal 7A dan 7B Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Dalam aturan itu dijelaskan, presiden dan wakil presiden bisa diberhentikan jabatannya oleh MPR dan DPR dengan mekanisme tertentu.
Pemakzulan bisa dilaksanakan apabila presiden atau wakil presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum
Sebelumnya, pengamat politik Saiful Mujani juga menyuarakan soal konflik kepentingan yang dicurigai menjadi penyebab dikabulkannya perkara 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia minimal calon presiden dan wakil presiden.
“Apabila ada bukti-bukti kuat yang menunjukkan bahwa presiden melakukan abuse of power, maka tahap impeachment terhadap presiden bisa dilakukan,” tutur Saiful, Rabu (1/11/2023).
Menurut Saiful, segala huru hara terkait MK yang dianggap tidak netral bersumber dari sikap dan keputusan Presiden Jokowi yang tidak cukup terang benderang, tegak lurus pada konstitusi dan proses hukum di Indonesia.
Selain itu, Saiful juga berpandangan bahwa Presiden Jokowi seharusnya mengetahui bahwa putusan tersebut cacat secara serius.
“Saya berharap tadinya, bahwa pak Jokowi tidak mengizinkan putranya untuk menjadi calon wakil presiden,” tukas Saiful yang juga tokoh pendukung Maklumat Juanda.
dikutip dari indeknews.com