Iklan
BerandaNASIONALSekar Perhutani Mengadu ke DPD RI

Sekar Perhutani Mengadu ke DPD RI

Serikat Karyawan (Sekar) Perum Perhutani mengadu ke Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, terkait adanya Surat Keputusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (SK KLHK) 287/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2022.

Sekar keberatan dengan SK mengenai pengambilalihan hutan negara seluas satu juta hektar yang dikelola Perhutani.

Pengaduan disampaikan langsung saat pengurus Sekar beraudiensi dengan LaNyalla, di kantornya, Gedung Nusantara III, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/8/2022).

BACA JUGA  Pengadilan Tinggi Padang Peduli Gempa Pasbar

Hadir Sekjen Sekar Perhutani Weda PH, Ketua MPO Sekar Suparman, Yopitasari (Bendahara DPP Sekar), Noer Rochim (Ketua DPW Kampus), Hendra Siswanto (Ketua DPW Jabar dan Banten), Ahmad Arif (Ketua DPW Jateng), Tubagus AS (Anggota MPO)

Sementara Ketua DPD RI didampingi Ketua Komite I DPD RI Fachrul Razi dan Staf Khusus Ketua DPD RI Sefdin Syaifudin.

Sekjen Sekar Perhutani, Weda, menjelaskan Sekar Perhutani merupakan himpunan dari sekitar 13 ribu karyawan Perhutani yang mengelola hutan di Jawa dan Madura.

BACA JUGA  PT. Aditya Agrorindo di Kalimantan Barat Didemo Kelompok Tani Plasma

“Selama ini kami mengelola hutan secara lestari dengan melibatkan masyarakat melalui program PHBM, Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat. Tetapi pada tahun 2022, para karyawan resah dengan adanya kebijakan Kementerian LHK tentang Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK),” ujar dia.

Menurut Weda, KHDPK mengurangi luas wilayah kerja para karyawan Perhutani. Yang semula pengelolaannya seluas 2,4 juta hektare dikurangi 1,1 juta hektare.

“Otomatis dengan pengurangan lahan,  teman-teman berpotensi kehilangan wilayah kerja. Bahkan mungkin akan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK),” papar dia.

BACA JUGA  Menag Ajak Umat Doakan dan Salat Gaib-Tahlil untuk Korban Gempa Cianjur

Keresahan itu juga dirasakan oleh Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang merupakan mitra dari Perhutani dalam pengelolaan hutan. Karena kemitraan dengan mereka juga terancam.

“Dengan diambil 1,1 juta hektare nanti belum jelas juga siapa yang akan mengelolanya. Yang menjadi kekhawatiran kami, lahan tersebut diserahkan kepada perseorangan baik swasta atau asing. Artinya dampaknya bukan ke karyawan saja tapi juga ke masyarakat luas,” ujar dia.

sekar

“Dengan adanya KHDPK, dimana salah satunya adalah kegiatan penggunaan kawasan, takutnya kawasan hutan Pulau Jawa yang didalamnya terdapat potensi Sumber Daya Alam, terutama tambang, dikelola juga oleh pihak lain,” tambah dia.

BACA JUGA  Kapolda: Lebih dari 50 Persen Pelaku PETI Bukan Masyarakat Kalimantan Barat

Di sisi lain, pada tahun 2017, Kementerian LHK mengeluarkan program pengelolaan hutan sosial. Namun sampai saat ini, lanjut Weda, belum ada evaluasi dengan program tersebut.

“Program yang sebelumnya, kita lihat implementasinya menimbulkan konflik di masyarakat. Ini sudah ada SK baru lagi yang kemungkinan juga memicu konflik baru,” imbuhnya.

Kepada Ketua DPD RI, Sekar Perhutani meminta dukungan pembatalan SK 287/2002 itu oleh KLHK.

BACA JUGA  Polda Kalbar dan Tim Wantannas RI Membahas Kejahatan Transnasional Perbatasan

Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mengarahkan permasalahan itu ke Komite I dan Komite IIuntuk ditindaklanjuti.

“Nanti bisa memanggil dan meminta keterangan dari Kementerian LHK, BUMN juga karena terkait Perhutani dan instansi terkait,” tutur LaNyalla.

Sementara itu Ketua Komite I DPD RI Fachrul Razi mengatakan bahwa SK 287/2022 itu merupakan turunan dari adanya Omnibus Law UU Cipta Kerja. Hal itu bisa terjadi karena Konstitusi yang ada di Indonesia bukan lagi UUD 1945 lagi.

BACA JUGA  Petani Sawit di Badau Jual Hasil Panennya ke Malaysia, PT. Sinar Mas ingkar?

“Ini akibat amandemen Konstitusi tahun 1999-2002 yang akhirnya menjadikan adanya UUD Tahun 2002. Dimana didalamnya terdapat kepentingan asing yang sangat besar,” tukas dia.

Karena itulah menurut Fachrul Razi, Ketua DPD RI menggagas peta jalan kembali ke UUD 1945 naskah asli seperti keinginan para pendiri bangsa, kemudian disempurnakan dengan cara adendum.

“Supaya sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945 naskah asli, bahwa hutan itu harus menjadi milik negara dan digunakan untuk kemakmuran rakyat. Bukan dikapling-kapling dan jatuh ke tangan segelintir orang,” tegasnya.(*)

BACA JUGA  Rusliyadi Pengacara PT PBI Laporkan PT CMI dan Bupati Ketapang ke Mabes Polri dan KPK

SIARAN PERS
Ketua DPD RI
Kamis, 18 Agustus 2022

Trending

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.