Pasaman Barat | Redaksi Satu – Relawan MRPB Peduli/KKPB bebaskan Radit dari biaya Rp 131 Juta dan kegiatan sosial ini sudah bertahun-tahun dilakukan untuk meringankan beban keluarga yang membutuhkan.
Berkat kepedulian dan keberadaan serta perjuangan Relawan Mata Rakyat Pasaman Barat Peduli bersama Kolaboraksi Kemanusiaan Pasaman Barat (MRPB Peduli dan KKPB) yang di dukung oleh para donateur dan para dermawan, maka sepak terjang MRPB P dan KKPB untuk kepedulian sesama sangat di rasakan manfaatnya oleh masyarakat yang membutuhkannya, hingga keberadaannya di kabupaten Pasaman Barat ini sudah tak asing lagi.
” Alhamdulillah, Relawan MRPB Peduli/ KolaborAksi Kemanusiaan Pasaman Barat – KKPB kembali berhasil membawa pulang pasien duafa Pasaman Barat yang telah lebih satu bulan dirawat di RSUP M. Jamil Padang,” terang Mon Eferi yang didampingi Decky H. Sahputra kepada media ini di Simpang Empat Rabu (29/06/2022).
Menurut Mon Eferi, setelah Ketua KolaborAksi turun tangan langsung dalam mengurus Warga Duafa untuk kepulangannya, kali ini adalah Radit Saputra, remaja 14 tahun yang menjadi korban kecelakaan pick up pada minggu pertama bulan Mei 2022 lalu, akhirnya keluarga Duafa tersebut (Radit) terbebas dari biaya selama perawatan sebesar Rp 131 Juta di RSUP M Jamil Padang.
Ketika Relawan terkendala oleh urusan administrasi dan prosedur, seperti biasa, Mon Eferi dan Ketua KolaborAksi Kemanusiaan Pasaman Barat – KKPB, Decky H Sahputra di tengah-tengah kesibukannya akan selalu berkesempatan turun tangan langsung untuk membantu meringankan keluarga tak mampu untuk mengurus administrasi kepulangan keluarga mereka, swoeri halnya keluarga Radit ini.
” Alhamdulillah, akhirnya tagihan sebanyak Rp 131 juta itu tak harus dibayar oleh keluarga Radit,” terang Mon.
Lebih jauh Mon Eferi menerangkan, Radit yang merupakan warga Jorong Lubuk Gadang Nagari Parit Koto Balingka sudah lebih sebulan dirawat di RSUP M Jamil Padang.
Dikatakan Mon, meskipun luka-lukanya sudah sembuh, namun Radit sampai saat ini masih dalam keadaan koma, mungkin ini disebabkan benturan pada kepalanya saat kecelakaan yang dialaminya pada bulan lalu itu.
Karena sudah satu bulan lebih dirawat dan menjalani beberapa kali operasi, dan tidak ada kemajuan akhirnya, pihak RSUP M. Jamil menyarankan agar Radit dibawa pulang untuk dirawat di rumah saja.
Sementara total biaya perawatan Radit mencapai Rp 151 juta, Setelah dibantu Jasa Raharja Rp 20 juta, biaya yang harus dibayar keluarga Radit adalah Rp 131 juta. Padahal orangtua Radit tergolong kurang mampu.
Berdasarkan pengakuan orangtua Radit, mereka tak mampu membayar, akhirnya pihak RSUP M. Jamil menyarankan agar mereka minta bantuan kepada KolaborAksi Kemanusiaan Pasaman Barat.
Dengan dasar itulah, maka pihak KKPB mengutus relawan tangguhnya, Mukhtar Efendi Hasibuan dan Taufik Akmal Nasution, bersama dengan Ikhwan Hadi, Kepala Rumah Singgah M Ihpan untuk mengurus administrasi kepulangan Radit.
“Alhamdulillah, sorenya menjelang magrib pasien sudah keluar dari rumah sakit, dan dibawa pulang dengan ambulan KolaborAksi Kemanusiaan ke Pasaman Barat, dan akhirnya tagihan sebanyak Rp 131 juta itu tak harus dibayar oleh keluarga pasien,” terang Mon.
Sore menjelang magrib kemarin, pasien sudah keluar dari rumah sakit, dan dibawa pulang dengan ambulan KolaborAksi Kemanusiaan menuju Pasaman Barat.
Tak terbayangkan betapa sulit dan menderitanya warga duafa yang membutuhkan perhatian kita semua, jika tidak didampingi oleh para Relawan Kemanusiaan Pasaman Barat ini.
” Untuk itu mari kita bergandengan tangan membantu saudara kita, warga duafa Pasaman Barat yang sedang ditimpa kesusahan dengan menyalurkan donasi kemanusiaan Bapak/Ibu/Saudara, para Dermawan melalui 𝗥𝗲𝗸𝗲𝗻𝗶𝗻𝗴 𝗠𝗥𝗣𝗕 𝗣𝗲𝗱𝘂𝗹𝗶 𝗱𝗶 𝗕𝗥𝗜 𝟬𝟲𝟭𝟱-𝟬𝟭-𝟬𝟬𝟴𝟰𝟭𝟬-𝟱𝟯-𝟭.
Hal tersebut di atas merupakan sekelumit pengalaman dari perjalanan Relawan MRPB P dan KKPB selama ini dalam meringankan beban saudara-saudara kita yang butuh uluran tangan dari kita.”Kalau bukan kita siapa lagi,” terangnya.
Bersamaan dengan itu, seperti yang diceritakan Mon Eferi kepada Media ini, ternyata ada juga derita yang dialami oleh warga duafa di RSUD Pasaman Barat, di mana Ilham Ramadan, 17 tahun, pasien tumor otak, yang sebelumnya sempat dirawat di RSUP M. Jamil Padang, tapi dibawa pulang kembali karena Ilham menolak dioperasi.
Menurut Mon Eferi, akibatnya keluarga harus menandatangani Surat Keterangan Pulang Paksa yang menyatakan bahwa pihak keluarga memaksa membawa pulang pasien.
Dikatakannya, beberapa hari setelah dibawa pulang, Ilham kembali jatuh koma sehingga dilarikan ke RSUD Pasbar.
Seperti yang disampaikan Mon Eferi kepada Media ini, pihak RSUD Pasbar yang awalnya keberatan merujuk kembali Ilham karena aturan BPJS, di mana sebelumnya pihak keluarga Ilham sudah minta pulang dan menandatangani SKPP maka secara administrasi sulit merujuk nya kembali ke RSUP Jamil Padang.
Tapi berkat kegigihan Ketua Relawan MRPB P dan KKPB bersama relawan, akhirnya Ilham berhasil di rujuk ke salah satu Rumah Sakit di Padang.
Menurut Mon Eferi, saat ini salah satu kendala yang dihadapi MRPB P /KKPB adalah, adanya perubahan mendadak secara sepihak dari Baznas atas administrasi formulir verifikasi data mustahik bagi keluarga yang ingin menerima bantuan berobat ke Rumah Sakit.
Karena perubahan semena-mena yang tidak di awali dengan sosialisasi ke masyarakat, akhirnya banyak warga duafa yang gagal berobat ke RSU D Jambak Pasbar.
Seperti pada dua hari yang lalu, di mana saat pihak MRPB P/KKPB ingin memulangkan pasien keluarga Duafa, seperti Mizlan dan Santi dari RSUD Jambak, karena adanya perubahan mendadak atas admistrasi tersebut akhirnya ke dua pasien tersebut batal dipulangkan.
Dikatakan Mon Eferi, perubahan mendadak dan sepihak dari Baznas hanya Administrasi sepele yang mengada-ada, yakni yang biasanya cukup ditulis dengan Surat Keterangan Kurang Mampu (SKKM), kini Baznas Pasbar bersikeras harus ditulis dengan Surat Keterangan Miskin (SKM).
Akibat dari ke egoan pihak Baznas dalam mempertahankan istilah yang harus ditulis di administrasi tersebut, tanpa mereka sadari hal itu banyak merugikan masyarakat, khususnya warga duafa atau fakir miskin yang berhak menerima zakat.
“Seharusnya yang berhak menerima zakat itu salah satunya adalah “fakir miskin”, tidak ada kategori “tidak mampu”, maka selama ini warga yang mengajukan permohonan bantuan ke Baznas Pasbar cukup harus melampirkan “Surat Keterangan Kurang Mampu, tapi karena ego administrasi Baznas yang merubahnya dengan Surat Keterangan Miskin (SKM), maka akhirnya banyak warga yang ditolak untuk berobat di RSU Jambak Pasbar.
“Namun yang anehnya, Ternyata di formulir Baznas Pasbar sendiri sampai saat ini masih tertulis SKTM. Sementara yang mereka minta kepada kami warga adalah SKM. Kan aneh bin ajaib namanya tuh,” ujar Dodi salah seorang warga dengan dongkol.
Mon Eferi melalui media ini berharap kepada Para Wali Nagari agar mensosialisasikan dan memberitahukan kepada stafnya untuk tidak lagi menggunakan istilah SKTM, agar masyarakat yang berurusan ke Baznas atau ke RSUD tidak ditolak atau terkendala nantinya, sebab kita prihatin melihat keluarga kita terpaksa harus bolak balik untuk sekadar mengganti judul surat keterangan administrasi tersebut
“Relawan kita kemarin gagal membantu Dua Warga Duafa hanya gara-gara Istilah, SKTM atau SKM, Khan ini aneh namanya,” terang Mon.
Sebahagian warga yang domisili nya jauh dari Simpang Empat akibat dari adanya perubahan ego sektoral dari Baznas ini, banyak menjadi korban dan dirugikan, baik waktu, tenaga dan materi.
“itu sebabnya kami mohon agar Baznas dan Wali Nagari, Berkoordinasilah terlebih dahulu sebelum bertindak, Jangan Korbankan Warga Duafa demi Ego Sektoral,” tegas Mon.
Seperti beberapa waktu yang lalu, ada warga duafa dari Ujung Gading yang membawa Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) ke Baznas Pasaman Barat, sebagai syarat untuk mengajukan permohonan bantuan biaya berobat ditolak hanya hal sepele ini.
SKTM itu ditolak oleh Pengurus Baznas Pasbar dengan alasan sepele yakni “Tidak Mampu” tidak ada masuk dalam kategori mustahiq (penerima zakat).
Menurut warga tersebut, memang benar, dalam asnaf yang 8, tidak ada istilah “Warga Tidak Mampu”. Itu makanya menurut Baznas Pasbar, istilah “Tidak Mampu” harus diganti dengan istilah “FAKIR, MISKIN, MUALAF, RIQAB”, dst. Kan ini mengada-ada bahkan mempersulit masyarakar namanya.
“Yang menjadi persoalannya adalah, apakah perubahan itu memang urgen ? Jika iya, apakah perubahan itu sudah dikoordinasikan dengan pihak Pemerintah Nagari se Pasaman Barat?” Gerutu Marwan salah satu warga Ujung Gading yang kesal karena ia telah dipimpong untuk berulang kali pulang pergi hanya mengurus hal sepele seperti itu.
Menurutnya, memang SKTM itu dikeluarkan dan ditanda-tangani oleh Wali Nagari ? tapi, Sudahkah disosialisasikan juga ke masyarakat ? Jangan bisanya hanya main tajam sebelah saja!
Kepada warga duafa tegas, tapi Wali Nagari saja belum diberitahu oleh Baznas.
(Zoelnasti)