REDAKSI SATU – Pasca Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI menjatuhkan sanksi tegas berupa penghentian sementara kepada delapan perusahaan tambang, termasuk PT Barata Guna Perkasa di Kalimantan Barat yang terbukti lalai memenuhi kewajiban penempatan jaminan reklamasi dan pasca tambang.
Namun, PT Barata Guna Perkasa di Kecamatan Simpang Hilir, Kabupaten Kayong Utara hingga saat ini Senin 29 September 2025 justru masih beroperasi bebas seolah menantang kebijakan pemerintah pusat di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.
Sanksi itu tertuang dalam surat Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM RI, Nomor: T-1533/MB.07/DJB.T/2025, tertanggal 18 September 2025. Surat tersebut ditandatangani Dirjen Minerba, Tri Wanarno, atas nama Menteri ESDM RI.

Kementerian ESDM menegaskan, sanksi itu dijatuhkan setelah tiga kali peringatan resmi sejak Desember 2024 hingga Agustus 2025 tidak diindahkan perusahaan.
Aturan jelas menyebutkan, berdasarkan PP Nomor 78 Tahun 2010 dan Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2018, setiap pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) wajib menempatkan jaminan reklamasi dan pasca tambang.
Jika kewajiban ini tidak dipenuhi, perusahaan bisa dikenakan sanksi administratif berupa peringatan, penghentian sementara, hingga pencabutan izin usaha.

Barata Guna Perkasa Masih Beroperasi
Pantauan awak media di lapangan pada Kamis, 25 September 2025, menunjukkan PT Barata Guna Perkasa tetap menjalankan aktivitas penambangan bauksit di Kecamatan Simpang Hilir, Kabupaten Kayong Utara. Padahal, perusahaan tersebut termasuk dalam daftar delapan perusahaan yang dikenai sanksi penghentian sementara.
Sejumlah dump truk roda 10 terpantau lalu lalang mengangkut bauksit dari Washing Plant (WP) menuju jetty atau pelabuhan.
Di lokasi tambang, alat berat excavator juga terus mengeruk tanah bauksit untuk dicuci dan diangkut, tanpa menunjukkan tanda-tanda penghentian operasi.
“Kami lihat operasi terus, PT Barata belum ada off,” ungkap SL, warga sekitar lokasi tambang.
Warga menyebutkan, sejak beroperasi hingga kini, Perusahaan Barata Guna Perkasa tidak pernah benar-benar menghentikan kegiatannya, meski Kementerian ESDM sudah mengeluarkan surat nonaktif sementara.
Gunakan Fasilitas Negara
Selain melanggar surat keputusan ESDM, PT Barata Guna Perkasa juga diduga menggunakan fasilitas negara untuk memperlancar operasionalnya. Setiap hari, truk-truk pengangkut bauksit melintasi jembatan milik pemerintah daerah. Praktik ini kuat dugaan menabrak ketentuan hukum yang berlaku.
Penggunaan jembatan negara untuk angkutan tambang berpotensi melanggar UU Jalan Nomor 38 Tahun 2004, UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nomor 22 Tahun 2009, serta PP Nomor 34 Tahun 2006 yang mengatur kelas jalan dan batas beban kendaraan. Jika terbukti, perusahaan bukan hanya melanggar aturan lingkungan, tetapi juga peraturan transportasi jalan.
Warga Minta Pemerintah Tegas
Warga mendesak pemerintah pusat maupun daerah untuk meninjau kembali seluruh perusahaan tambang yang sudah dikenai sanksi penghentian sementara. Mereka menilai kebijakan tertulis dari Kementerian ESDM harus benar-benar diikuti dengan penindakan nyata di lapangan.
“Kalau masih ada yang melanggar, jangan hanya dihentikan sementara, tapi harus dicabut izinnya,” tegas SL.
Kementerian ESDM sebelumnya menekankan, meski kegiatan pertambangan dihentikan, perusahaan tetap wajib melaksanakan pengelolaan lingkungan, termasuk pemeliharaan dan pemantauan wilayah tambang.
Sanksi bisa dicabut hanya jika perusahaan mengajukan dokumen rencana reklamasi dan menempatkan jaminan sesuai ketentuan.
Namun, hingga berita ini diterbitkan, Perusahaan Barata Guna Perkasa belum memberikan keterangan resmi terkait alasan mereka tetap beroperasi meski sudah menerima surat sanksi dari Kementerian ESDM.
Peringatan Serius bagi Dunia Tambang
Keputusan penghentian sementara terhadap delapan perusahaan, termasuk Perusahaan Barata Guna Perkasa, sejatinya menjadi peringatan keras agar seluruh pemegang IUP patuh terhadap aturan reklamasi dan pasca tambang.
Pemerintah menegaskan, kegiatan pertambangan tidak boleh hanya berorientasi pada eksploitasi sumber daya alam, tetapi juga harus menjaga kelestarian lingkungan.
Namun, sikap PT Barata Guna Perkasa yang tetap beroperasi justru memunculkan pertanyaan besar: apakah perusahaan tambang berani menantang otoritas negara atau lemahnya pengawasan yang membuat aturan bisa diabaikan?
Publik kini menunggu langkah tegas pemerintah pusat terhadap perusahaan tambang yang membandel. Apakah hanya berhenti pada surat peringatan, atau benar-benar berlanjut hingga pencabutan izin usaha demi menjaga wibawa negara dan konsistensi kebijakan lingkungan.