
Refleksi diri di akhir tahun adalah momen penting untuk mengingat perjalanan hidup, untuk mengevaluasi pencapaian, kegagalan, dan pembelajaran dari setahun terakhir guna memperbaiki diri dan menetapkan tujuan baru untuk tahun depan.
Refleksi diri meluangkan waktu tenang, membuat pertanyaan tentang diri sendiri (pencapaian, tantangan, kebiasaan), jujur pada diri sendiri tanpa menghakimi, dan menuliskan hasilnya untuk mendapatkan perspektif lebih baik, seringkali dengan meminta masukan dari orang terdekat atau menggunakan perspektif spiritual/keagamaan untuk meningkatkan kualitas diri.
Redaksi satu – Menjelang berakhirnya perjalanan tahun 2025 dan menyongsong 2026, ada baiknya kita sejenak berhenti dari hiruk-pikuk perdebatan yang melelahkan.
Tahun ini telah mengajarkan banyak hal tentang perjalanan dan rapuhnya kepercayaan publik, gaduhnya ruang publik, dan beratnya beban hidup rakyat kecil yang sering kali hanya menjadi penonton dari drama elite yang tak kunjung selesai.
Kita menyaksikan bencana datang silih berganti, kegaduhan politik yang tak produktif, serta korupsi yang seolah tak pernah benar-benar pergi. Di tengah semua itu, rakyat tetap bekerja, berjuang, dan bertahan—tanpa panggung, tanpa sorotan, tanpa perlindungan yang memadai.
Namun sejarah bangsa ini selalu mengajarkan satu hal: Indonesia tidak pernah runtuh karena kebisingan, tetapi selalu bangkit karena keteguhan hati rakyatnya.
Isu-isu yang tak tuntas—termasuk polemik yang menguras energi publik—seharusnya menjadi pelajaran, bukan jebakan. Pelajaran bahwa bangsa ini butuh kejujuran yang jernih, penegakan hukum yang tegas, dan kepemimpinan yang berani menyelesaikan masalah, bukan menghindarinya atau membiarkannya menggantung demi kepentingan sesaat.
Di penghujung 2025 ini, mari kita doakan negeri tercinta agar segera dibebaskan dari kegaduhan yang tidak mendidik, dari bencana yang terus menguji, dan dari korupsi yang menggerogoti masa depan anak cucu kita. Doa bukan tanda menyerah, melainkan bentuk ikhtiar batin agar nurani bangsa kembali hidup.
Mari kita sambut tahun 2026 dengan wajah baru—bukan sekadar wajah kekuasaan, tetapi wajah harapan. Harapan akan negara yang berpihak pada keadilan, pada kebenaran, dan pada rakyat yang selama ini terlalu sering diminta bersabar.
Dan di atas segalanya, mari kita doakan agar selalu muncul dan dikuatkan orang-orang hebat—mereka yang tidak populer, tidak selalu viral, tetapi konsisten berdiri di sisi kebenaran.
Orang-orang yang benar-benar pro rakyat, bukan pro jabatan. Pro keadilan, bukan pro kepentingan. Pro kejujuran, meski harus berjalan sendirian.Bangsa ini tidak kekurangan orang pintar. Yang sering langka adalah orang yang berani jujur dan setia pada nurani.
Menutup 2025, Menyambut 2026 dari Suara Akar Rumput Menjelang berakhirnya 2025, kami rakyat biasa—arus bawah, akar rumput—mengajak diri kami sendiri untuk berhenti sejenak, merenung, dan belajar dari perjalanan negeri ini. Kegaduhan yang tak produktif, bencana yang datang silih berganti, serta praktik korupsi yang belum juga usai, paling dulu dirasakan dampaknya oleh rakyat kecil yang setiap hari hanya ingin hidup layak dan tenteram.
Kami tidak berpihak pada kegaduhan. Kami hanya berharap kejujuran, ketegasan hukum, dan kepemimpinan yang berani menyelesaikan persoalan, bukan membiarkannya berlarut. Isu-isu yang belum tuntas, apa pun bentuknya, semestinya menjadi bahan refleksi bersama, bukan alat untuk saling menyerang dan memecah persatuan.
Karena itu, dari ruang sederhana akar rumput ini, kami mengajak semua pihak—baik yang pro maupun yang kontra—untuk mengambil jeda dan bercermin. Refleksi diri diperlukan agar energi bangsa tidak habis untuk saling menyalahkan, tetapi diarahkan pada perbaikan yang nyata demi masa depan Indonesia.
Di penghujung 2025 ini, mari kita doakan negeri tercinta dibebaskan dari kegaduhan yang melelahkan, dari bencana yang menguji, dan dari praktik yang merusak kepercayaan publik. Kita sambut 2026 dengan wajah baru: wajah harapan, keadilan, dan keberpihakan pada rakyat.
Dan semoga selalu lahir serta dikuatkan orang-orang hebat yang setia pada kebenaran, bekerja dalam sunyi, dan sungguh-sungguh berdiri untuk rakyat. Dari suara kecil akar rumput inilah, harapan Indonesia ke depan tetap dijaga dan dirawat bersama.



