spot_img

MBG Berhenti Sementara: Jangan Tergesa Menuding, Ini Soal Tanggung Jawab

Berhenti
Gambar: Ilustrasi pasca penyajian Makanan Bergizi Gratis ( MBG)
Redaksi satu – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sejak awal dihadirkan dengan niat baik: memastikan anak-anak Indonesia tidak belajar dalam keadaan lapar.
Isu tentang berhentinya sementara pelaksanaan Makan Bergizi Gratis (MBG) di sejumlah daerah belakangan ramai diperbincangkan. Di tengah derasnya informasi, rakyat perlu diajak melihat persoalan ini dengan kepala dingin, agar niat baik sebuah kebijakan tidak tenggelam oleh kesimpulan yang tergesa-gesa.
Niat baik ini patut dihargai, dan di apresiasi jangan tergesa-gesa  menuding, berhenti menuding itu yang baik, karena urusan perut dan gizi memang bukan perkara yang seele bagi masa depan generasi bangsa.

Namun belakangan ini, publik dikejutkan oleh kabar bahwa sejumlah pelaku atau dapur MBG di daerah berhenti sementara beroperasi. Berhenti sebagai bentuk kehati hatian.

Kabar ini dengan sangat cepat bergulir liar, seolah-olah program MBG sedang berada di ujung kegagalan. Padahal ini, kenyataannya tidak sesederhana itu.

Penghentian sementara tersebut bukan berarti MBG dihentikan secara nasional, melainkan langkah kehati-hatian di tingkat pelaksanaan.

Ada dapur yang berhenti karena keterbatasan tenaga ahli gizi, ada pula yang disuspensi sementara karena alasan keamanan pangan.

Dalam konteks kesehatan anak, keputusan ini justru patut dipahami di mengerti sebagai bentuk tanggung jawab, bukan kelalaian.

Redaksisatu.id berpandangan, program sebesar MBG memang tak bisa bebas dari kendala di lapangan. Terlalu banyak mata rantai yang terlibat.

Mulai dari kebijakan pusat, kesiapan daerah, hingga sumber daya manusia. Jika salah satu mata rantai rapuh, maka dampaknya akan terasa di bawah.

Keterbatasan ahli gizi, misalnya, menjadi catatan penting. Ini menunjukkan bahwa persoalan pangan tidak cukup diselesaikan dengan anggaran dan dapur semata.

Tanpa tenaga profesional yang handal memadai, kualitas dan keselamatan justru bisa dipertaruhkan. Dan ketika menyangkut anak-anak, tidak ada ruang untuk berspekulasi.

BACA JUGA  Fraksi PDI Perjuangan Kritisi Pemkot Pontianak, Kaya Struktur Namun Miskin Fungsi

Ada beberapa laporan mengenai ahli gizi yang pada berhenti atau mengundurkan diri (resign) dari program Dapur MBG (Makan Bergizi Gratis) di berbagai daerah, yang menyebabkan operasional dapur sementara berhenti karena ahli gizi adalah syarat mutlak.

Alasan mereka berhenti resign ada umumnya terkait tekanan kerja tinggi, beban fisik & mental berat, tanggung jawab besar, risiko tinggi, gaji yang dirapel, dan masalah internal lainnya, yang membuat ahli gizi merasa tidak kuat dan memilih mundur meski terkadang sudah ada pengganti yang disiapkan atau proses rekruitmen baru dimulai.

Karena itu, tidak adil jika publik hanya sibuk mencari siapa yang salah. Yang lebih dibutuhkan saat ini adalah evaluasi terbuka, perbaikan sistem, dan keseriusan semua pihak agar tujuan mulia MBG tidak berhenti di slogan.

Rakyat kecil tentu berharap program ini berjalan baik. Tapi rakyat kecil juga paham, lebih baik berhenti sejenak untuk memperbaiki, daripada terus berjalan namun berisiko.

Ini bukan soal gengsi-gengsinan kebijakan, melainkan soal kesehatan utamanya keselamatan dan masa depan generasi penerus.

Publik harus bisa memahami, Penghentian sementara MBG seharusnya dibaca sebagai “Alarm Evaluasi,” bukan bahan gaduh. Dan harapan masyarakat para pelaku MBG tidak semata mata mencari untung tanpa berhitung keselamatan.

Negara diuji bukan ketika semua berjalan mulus, melainkan ketika ada masalah: apakah mau mendengar, membenahi, dan bertanggung jawab.

MBG adalah investasi jangka panjang. Dan investasi semacam ini hanya akan bernilai jika dijalankan dengan kehati-hatian, kejujuran, dan keberpihakan nyata pada kepentingan anak-anak Indonesia.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

spot_img