Komite I DPD RI mengatakan kantor imigrasi merupakan institusi pertama dan terakhir yang menyaring kedatangan dan keberangkatan warga negara asing (WNA) ke dan dari wilayah RI. Pelaksanaan fungsi ini merupakan bagian dari upaya pencegahan dari tindakan keimigrasian.
“Kami telah melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Jawa Timur, di mana masih ditemui berbagai persoalan dalam pengawasan orang asing seperti penggunaan tenaga kerja asing, ataupun berbagai tindakan pendeportasian hingga pro justitia terhadap orang asing yang melakukan pelanggaran,” ucap Wakil Ketua Komite I DPD RI Filep Wamafma saat membuka rapat dengan Wakil Menteri Hukum dan HAM di Gedung DPD RI, Jakarta, Senin (1/16).
Anggota DPD RI asal Provinsi Papua Barat itu mengatakan bahwa pihaknya perlu mendapatkan penjelasan Wakil Menteri Hukum dan HAM terkait persoalan pokok dalam keimigrasian. Salah satunya menyangkut masalah pelayanan keimigrasian bagi masyarakat di daerah, serta pengawasan terhadap lalu lintas keluar masuk orang asing yang berdampak pada keamanan. “Untuk itu perlu dikembangkan secara bersama model pemberdayaan masyarakat daerah sebagai upaya turut memberikan partisipasi bermakna dalam menunjang tugas keimigrasian,” imbuhnya.
Sementara itu, Anggota DPD RI asal Provinsi Sulawesi Tengah Abdul Rachman Thaha menyoroti konflik yang terjadi di Morowali Utara terkait tenaga kerja asing. Pihaknya mengaku tidak anti investasi, namun adanya UU Cipta Kerja mengakibatkan ketidakberpihakan kepada rakyat.
“Apa yang terjadi di Morowali Utara ini negara harus hadir atas yang diambil. Konflik ini tuntutan dari pekerja. Sejak terjadi pandemi Covid-19, sangat luar biasa arus tenaga asing, maka saya minta Kemenkumham harus bertanggung jawab,” paparnya.
Anggota DPD RI asal Provinsi Sulawesi Selatan Ajiep Padindang mengutarakan bahwa berdasarkan temuan Komite I DPD RI di daerah, masih minimnya petugas pembuatan paspor. Untuk itu kami mengusulkan agar ditambah personil pembuatan paspor di daerah. “Kami mengusulkan penambahan tenaga di daerah. Selain itu perlu juga menekan biaya pembuatan paspor,” lontarnya.
Di kesempatan yang sama, Wakil Menteri Hukum dan Ham Edward Omar Sharif Hiariej menjelaskan pelaksanan tugas keimigrasian tidak mudah karena memang ini jendela lintas internasional. Maka yang menjadi objek adalah orang asing yang masuk dan di dalam wilayah NKRI.
“Banyak kendala yang kerap dihadapi namun hal itu merupakan wajar karena posisi Indonesia sangat strategis. Letak geografis kita sangat luas karena akan menyulitkan untuk melakukan pengawasan baik itu darat, laut, dan udara. Untuk udara kita tidak terlalu sulit, namun untuk perairan laut yang sangat panjang sehingga masuknya orang asing sangat sulit terpantau,” imbuh Omar Sharif.
Selain itu merujuk pada UU No. 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian, menurutnya hal tersebut berkaitan dengan investasi yang bermuara pada kesejahteraan rakyat. Namun pihaknya tetap melalukan pengawasan. “Sementara untuk pelayanan publik seperti M-paspor dan e-visa saat ini kami juga telah menerapkan digitalisasi. Karena ini buatan manusia maka kerap terjadi kendala dalam pengaplikasiannya,” pungkas Omar Sharif. (fdi)
Editor: Khairul Ramadan