Salah satu hal yang menjadi pertanyaan krusial jika UUD 1945 kembali ke naskah asli, adalah tidak adanya sistem bikameral. Sehingga, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) yang dipilih melalui pemilu tak lagi dikenal.
Dalam orasinya Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, saat mengisi Kuliah Umum Wawasan Kebangsaan di Bali, LaNyalla mengupas secara tuntas hal tersebut.
Menurut LaNyalla, setelah 20 tahun perubahan konstitusi pada tahun 1999-2002 berjalan, terjadi banyak paradoksal dan penyimpangan terhadap cita-cita nasional.
“Oleh karenanya, saya mengajak kita semua membangun konsensus nasional untuk melakukan penyempurnaan Undang-Undang Dasar (UUD 1945) Naskah Asli melalui amandemen dengan teknik adendum,” tutur LaNyalla di hadapan mahasiswa, akademisi dan sejumlah tokoh masyarakat di Kantor DPD RI Perwakilan Daerah Bali, Jumat (20/1/2021).
Senator asal Jawa Timur itu menjelaskan, dalam sistem asli, MPR sebagai lembaga tertinggi merupakan penjelmaan rakyat hanya diisi melalui dua jalur. Yaitu melalui pemilu dan jalur yang diutus. Dengan begitu, MPR hanya berisi anggota DPR yang dipilih dan Utusan Daerah serta Utusan Golongan yang diutus.
“Saya mengusulkan agar DPR tak hanya diisi peserta pemilu dari unsur partai politik saja, tetapi juga peserta pemilu dari unsur perseorangan. Karena hakekatnya mereka sama-sama dipilih melalui pemilu,” terang LaNyalla.
Ditambahkannya, anggota DPR RI peserta pemilu dari perseorangan akan membawa dampak positif. Pertama, memperkuat mekanisme check and balances terhadap eksekutif. Kedua, mencegah koalisi besar partai politik dengan pemerintah yang merugikan kepentingan rakyat. Terakhir, sebagai penyeimbang dan penentu dalam pengambilan keputusan-keputusan penting di DPR RI.
Sementara Utusan Daerah tetap diisi oleh utusan-utusan daerah, yang idealnya dihuni oleh Raja dan Sultan Nusantara. Sementara Utusan Golongan diisi oleh utusan-utusan dari organisasi dan para profesional.
Nantinya, Utusan Daerah dan Utusan Golongan harus diberi hak untuk memberikan pertimbangan yang wajib diterima oleh DPR RI dalam penyusunan undang-undang. Hal itu sekaligus sebagai penguatan fungsi Public Meaningful Participation.
“Sehingga hasil akhirnya, kita memperkuat sistem bernegara yang telah dirumuskan para pendiri bangsa, tanpa mengubah struktur atau konstruksi sistem bernegara, di mana penjelmaan rakyat harus berada di Lembaga Tertinggi Negara,” tegas LaNyalla.
Soal caranya, LaNyalla mengajak kepada seluruh anak bangsa untuk membangun konsensus nasional, agar bangsa ini kembali kepada Pancasila.
“Setelah kembali kepada UUD 1945 naskah asli, kemudian dilakukan amandemen dan disempurnakan kelemahannya dengan teknik addendum, tanpa mengubah sistem bernegaranya,” ujarnya.
Menurut LaNyalla, hal itu wajib dilakukan agar kita tidak memberi peluang praktik penyimpangan yang terjadi di era Orde Lama dan Orde Baru.
Pada kesempatan itu, Ketua DPD RI didampingi sejumlah Senator asal Bali yakni Made Mangku Pastika, Bambang Santoso dan Shri IGN Arya Wedakarna dan Senator Bustami Zainuddin (Lampung).
Hadir pula sejumlah akademisi, tokoh masyarakat, tokoh agama dan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi.(***)
Editor: Khairul Ramadan