spot_img

Tuntutan pada Bupati Limapuluh-Kota: Atasi Krisis Petani dan Menata Wajah Sarilamak selaku IKK

Kabupaten Limapuluh Kota hari ini berada pada persimpangan sejarah. Tantangan multidimensi yang membelit daerah ini bukan sekadar soal angka statistik kemiskinan, tetapi menyentuh aspek paling mendasar: kesejahteraan petani yang terpinggirkan hingga wajah ibu kabupaten yang belum mencerminkan pusat pemerintahan modern.

Dalam situasi seperti ini, tuntutan terhadap Bupati Safni – dan Wakilnya Badrito yang benar-benar kompeten semakin mendesak — bukan hanya pemimpin yang pandai menyapa rakyat kampung-kampung dan pesta perhelatan kawin atau di pasar, tetapi yang paham bagaimana mengangkat harkat petani sekaligus memperbaiki wajah pusat pemerintahan daerah.

 Bupati
Pasar Sarilamak, Yang terletak sekitar 50 meter -berpunggungan dengan kantor Buapati liam[uluh Kota

 Krisis Petani: Tulang Punggung yang Rapuh

Mayoritas penduduk Limapuluh Kota menggantungkan hidup pada sektor pertanian. Namun, sektor ini justru menjadi wajah paling nyata dari krisis daerah. Petani berhadapan dengan harga komoditas yang fluktuatif, ongkos produksi tinggi akibat ketergantungan pada pupuk dan benih impor, serta akses pasar yang buruk. Infrastruktur jalan tani, irigasi, hingga rantai distribusi masih jauh dari memadai.

Di sisi lain, kebijakan pemerintah daerah selama ini  seringkali berhenti pada program seremonial: pembagian bibit, pelatihan sesaat, atau sekadar peresmian lumbung padi tanpa strategi jangka panjang. Padahal, tanpa keberpihakan nyata kepada petani, Limapuluh Kota hanya akan terus menjadi daerah penghasil bahan mentah yang nilai tambahnya dinikmati orang lain.

 Bupati
Pasar Sarilamak saat jalan lintas Sumatera lagi Sepi. Inilah Kota Sarilamak yang tak pantas dibanggakan

Seorang Bupati Limapuluh-kota hari ini dituntut untuk:
Memiliki visi agraris yang konkret, dari hulu ke hilir.
– Mendorong terbentuknya industri pengolahan hasil tani lokal, sehingga petani tidak lagi tergantung pada harga tengkulak.
– Mengembangkan akses pasar digital agar produk pertanian bisa menembus konsumen lebih luas.
– Mengupayakan kemandirian pupuk dan benih, minimal melalui kemitraan lokal.

Tanpa keberanian melakukan reformasi agraris lokal, jargon “daerah agraris” hanya akan menjadi retorika kosong.

BACA JUGA  Pengadilan Tinggi Padang Peduli Gempa Pasbar

 

Wajah Sarilamak: Ibu Kabupaten yang Terabaikan

Selain krisis petani, satu persoalan yang sering luput dari perhatian adalah penataan ibu kabupaten. Sarilamak, yang seharusnya menjadi etalase dan pusat pelayanan publik, masih jauh dari layak disebut sebagai “wajah daerah”. Pasar Sarilamak yang kumuh dan parkir kenderaan yang mambuat Jalanan sempit dan macet, drainase buruk, tata ruang acak, serta fasilitas publik minim membuat Sarilamak lebih mirip kota kecil yang tumbuh tanpa rencana.

Akibatnya, citra Limapuluh Kota di mata tamu maupun investor jatuh hanya karena pusat pemerintahannya tampak kumuh. Bagaimana mungkin daerah bisa menarik investasi jika pusat kabupatennya sendiri tak memiliki wajah yang meyakinkan?

Kepala daerah saat ini dituntut tidak hanya memindahkan kantor pemerintahan atau membangun gedung baru, tetapi:

  • Menyusun masterplan penataan kota yang modern, inklusif, dan berkelanjutan.
  • Membangun ruang publik representatif — taman kota, pasar modern, rumah sakit, hingga alun-alun yang bisa menjadi kebanggaan warga.
  • Menjamin aksesibilitas dan konektivitas Sarilamak dengan nagari-nagari lain, agar pusat pemerintahan betul-betul dirasakan manfaatnya.
  • Mengintegrasikan pembangunan Sarilamak dengan potensi pariwisata dan perdagangan daerah.

Sebuah ibu kabupaten yang tertata baik bukan sekadar simbol prestise, melainkan instrumen nyata untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.

Pemimpin yang Dibutuhkan: Bukan Figur Kosmetik

Dalam menghadapi dua isu besar ini — kesejahteraan petani dan wajah Sarilamak — jelas bahwa Limapuluh Kota membutuhkan kepala daerah yang tidak hanya rajin turun ke kampung-kampung dan suka menghadiri pesta perkawinan dan sunat rasul. Dibutuhkan pemimpin yang memiliki:

  1. Kompetensi manajerial untuk menata birokrasi dan mengelola fiskal terbatas dengan tepat sasaran.
  2. Pemahaman ekonomi lokal agar sektor pertanian tidak lagi jadi korban, melainkan lokomotif pembangunan.
  3. Keberanian politik untuk mengambil keputusan strategis dalam penataan kota, meski berhadapan dengan kepentingan kelompok tertentu.
BACA JUGA  Luar Biasa, Santri Terpaksa Belajar di bawah Pohon Sawit

Pemimpin semacam ini tidak hanya mengandalkan slogan “bersih” atau “beradat”, tetapi membuktikan kapasitas teknokratis dan keberpihakan nyata kepada rakyat kecil.

 Momentum 2024: Menuntut Bupati dan Wakil yang Cerdas

Dipilihnya Safni sang Pengusaha/perantau dan Badrito Resha menjadi pasangan Bupati dan Wakil Bupati adalah momentum langka. Warga Limapuluh Kota harus keluar dari jebakan politik transaksional — memilih karena uang bensin atau baliho paling banyak. Tantangan yang dihadapi bukan panggung sandiwara, tetapi persoalan nyata: apakah petani akan tetap miskin dan Sarilamak tetap kumuh, ataukah ada perubahan signifikan yang bisa dirasakan?

Sudah saatnya publik menuntut lebih dari sekadar slogan manis. Pemimpin yang dibutuhkan adalah mereka yang mampu mengubah wajah Sarilamak menjadi pusat pemerintahan yang bermartabat, dan pada saat yang sama mengangkat martabat petani sebagai tulang punggung daerah. Sebab, inilah inti dari kompetensi seorang kepala daerah: bukan sekadar hadir di panggung, tetapi benar-benar menghadirkan perubahan nyata.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

spot_img