Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI) mengadu ke Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, terkait perampasan tanah yang mereka alami.
Anggota FKMTI mengaku mengalami peristiwa tak mengenakkan, lantaran memiliki bukti kepemilikan lahan namun tetap dirampas, baik itu oleh korporasi maupun kepentingan negara.
“Mereka semua yang datang adalah korban. Mereka punya sertifikat, tapi tanahnya dirampas. Perampasan itu dilegalisasi oleh negara, sebab muncul dua surat sertifikat tanah yang dikeluarkan oleh BPN,” kata Ketua FKMTI, SK Budiharjo di Ruang Delegasi, di Lantai 8 Gedung Nusantara III Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (14/6/2022).
Dikatakan Budiharjo, saat ini Pasal 33 UUD 1945 sudah tak lagi dijalankan. Pun halnya dengan UU Pokok Agraria yang diabaikan dalam implementasinya.
“Mafia tanah sudah masuk ke dalam lingkup pemerintahan dan berhasil membuat kebijakan yang jelas-jelas merugikan rakyat,” katanya.
Meski pemerintah telah membentuk Satgas Anti-Mafia Tanah, namun faktanya, Budi menilai belum ada perkembangan yang berarti.
“Sampai sekarang tak pernah tertangkap mafia tanah itu. Sehingga sampai sekarang masih massif terjadi perampasan tanah. Pertanyaannya, apakah BPN masih harus kita pertahankan? Apakah BPN perlu kita rekonstruksi? Lalu, apa solusinya untuk persoalan ini?” tanya Budiharjo.
Budiharjo mengaku siap adu data kepemilikan tanah secara terbuka. Sebab, dari data FKMTI, ada sebanyak 3.000 lebih dokumen kasus perampasan tanah.
Menurut data FKMTI, ribuan kasus tersebut merupakan bukti adanya legalisasi dari negara terhadap perampasan tanah. FKMTI, menurut Budiharjo, mengusulkan kepada Presiden Jokowi untuk membentuk Perpres dengan penyelesaian melalui adu data oleh lembaga independen, bukan melalui pengadilan.
Senator asal Lampung, Bustami Zainuddin menilai, persoalan mafia tanah ini sesungguhnya telah menjadi perhatian serius pemerintah. Hanya saja, ada ketidak-konsistenan dalam menjalankan aturan tersebut.
“Penyakitnya adalah karena tidak konsisten menjalankan peraturan. Sepanjang masih seperti ini, tata caranya seperti ini, ya tidak akan selesai. Semua ada mafia, tak hanya pada persoalan tanah. Ini negeri mafia,” ujar Bustami.
Sementara Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, siap menindaklanjuti aspirasi tersebut. LaNyalla menegaskan jika pihaknya telah berkeliling ke 34 provinsi dan lebih dari 300 kabupaten/kota. Salah satu persoalan yang dikeluhkan masyarakat di daerah adalah soal mafia tanah ini.
“Di beberapa daerah hal itu terjadi dengan modus yang sama. Saya tegaskan, kita akan perjuangkan hal ini agar rakyat mendapatkan hak atas tanah mereka, terutama ketika berhadapan dengan negara dan korporasi,” tutur LaNyalla.
Dikatakannya, persoalan mendasar di negeri ini terjadi karena kolaborasi yang kuat antara oligarki ekonomi dan oligarki politik. Mereka kemudian berkongsi untuk menyandera kepemimpinan negeri ini.
“Maka, untuk memutus mata rantai persoalan ini semua secara mendasar, maka kita harus melakukan perubahan secara fundamental. Hal itu bisa kita mulai dari memperjuangkan Presidential Threshold yang membuat kepemimpinan nasional kita tersandera oleh mereka,” tutur LaNyalla.
Pada kesempatan itu, Ketua DPD RI didampingi Senator asal Lampung, Bustami Zainuddin dan Staf Khusus Ketua DPD RI, Togar M Nero. Sementara SK Budiharjo didampingi sejumlah korban mafia tanah yang juga pengurus FKMTI di Sulawesi Selatan, FKMTI Sumatera Selatan, FKMTI Tangerang Selatan dan FKMTI DKI Jakarta.(*)
SIARAN PERS
Ketua DPD RI Rabu, 15 Juni 2022