Sumatera Barat | Redaksi Satu – Pucuk Adat Kaum Datuk Mangkudum Penghulu Suku Tanjung Batingkah Nagari Singkarak, mempertanyakan Reklamasi Danau Singkarak yang pada tahun 2016 yang lalu dilakukan oleh PT. Kaluku Indah Permai, telah dihentikan.
Pasalnya, Peruntukan Reklamasi Danau Singkarak tersebut telah dihentikan, kini pucuk adat mempertanyakan, apa dasarnya Reklamasi itu untuk dilanjutkan.
Berdasarkan hal tersebut, akhirnya (18/11/2021) Pucuk Adat melayangkan surat kepada Gubernur Sumbar Mahyeldi, perihal Pelangaran Perda RT RW Kabupaten Solok No 1 Tahun 2013 Permen PUPR No 28 tahun 2015.
“Kami menyampaikan laporan pelangaran hukum atas dilakukannya kembali Reklamasi penimbunan Danau Singkarak kepada Bapak Gubernur,” kata Sutan Mangkudum Sati selaku Mamak Kepala Waris
Sutan Mangkudum Sati menyebut, ada beberapa hal pokok permasalahan dengan dasar dan landasan hukum, yaitu Perda RT RW Kabupaten Solok No 1 tahun 2013 tentang Danau Singkarak.
Dikatakan Pucuk Adat, Danau Singkarak adalah merupakan kawasan lindung setempat, hal itu berdasarkan, Peraturan Mentri PU PR No 28 tahun 2015 tentang sempadan danau dan Surat Gubenur Sumatra Barat No 650/351/VI/PW-LH/Bappeda-2016 perihal, rekomendasi kesesuaian tata ruang penetapan garis sempadan danau yang diatur dalam pasal 12 ayat 1.
Pucuk Adat menambahkan, demikian juga adanya berita acara rapat BKPRD Provinsi Sumatera Barat dan BKPRD Kabupaten Solok yang dihadiri oleh Direktorat Jendral Pengendalian Pemanfa’atan Ruang dan Penguasaan Tanah kementrian Agraria dan Tata Ruang/BPN Pusat tanggal 21 September 2016.
Berdasarkan penjelasan Pucuk Adat kepada awak media, pokok permasalahannya adalah, dilanjutkannya kembali Reklamasi Danau Singkarak yang pada tahun 2016 yang lalu, pekerjaan yang dilakukan oleh PT. Kaluku Indah Permai sudah dihentikan oleh pihak BKPRD Provinsi Sumatera Barat dan BKPRD Kabupaten Solok.
“Dilakukannya berbagai pembangunan sarana dan prasarana bangunan pada Rest Area Taman Wisata Dermaga Danau Singkarak, menimbulkan berbagai pertanyaan di kalangan masyarakat Singkarak umumnya, khususnya kami kaum Datuk Mangkudum karena peruntukannya tidak jelas untuk apa oleh siapa, atas kepentingan apa dan siapa,” jelas Sutan Mangkudum Sati didampingi Ernawaty Busnar, SE dan YM Rangkayo Basa.
“Lokasi lahan Rest Area Taman Wisata Dermaga Danau Singkarak, berada di atas tanah adat dan ulayat kaum Datuk Mangkudum Penghulu Pucuk Adat Suku Tanjung Batingkah Nagari Singkarak tidak pernah diperjual belikan,” tambah Sutan Mangkudum Sati lagi.
Menurut Sutan Mangkudum Sati dampak dengan dilanjutkannya kembali Reklamasi Danau Singkarak tahun 2016 yang dilakukan oleh PT Kaluku Indah Permai, akibat angin badai hingga menghempaskan ombak besar yang mengerus sendimen tanah urungan Reklamasi tersebut.
Akibatnya, beberapa minggu yang lalu, akibatnya
air danau keruh dan tebalnya sendimen yang mengendap disekitar Reklamasi, menimbulkan Abrasi dan bertebaran sedimen – sedimen di sekitar pinggiran dermaga Danau.
“Ini jelas berdampak pada lingkungan sendiri, dan jelas suatu pelangaran terhadap Perda RT RW Kabupaten Solok No 1 tahun 2013 tentang Danau Singkarak yang merupakan kawasan lindung setempat, ditambah lagi adanya dugaan Pelangaran terhadap Permen PU PR nomor 28 tahun 2015 tentang sempadan danau yakni memperkuat Perda RT RW Kabupaten Solok No 1 tahun 2013,” ujar Sutan Mangkudum Sati.
Sutan Mangkudum Sati sebagai pucuk Adat, bersama kaumnya merasa keberatan dilakukan nya pembangunan sarana prasarana oleh Pemda Kabupaen Solok.
Dikatakan pucuk Adat, dengan di bangunnya berbagai bangunan di atas lahan Rest Area Taman Wisata Dermaga Danau Singkarak, akan mempersempit ruang lahan terbuka yang selama ini secara tradisi oleh masyarakat Singkarak setiap tahunnya maupun sehari-hari menjadi tempat untuk mencari nafkah dalam menghidupi keluarganya, akan tergangu.
“Seluruh bangunan – bangunan yang bediri dalam Rest Area Taman Wisata Dermaga Danau Singkarak adalah milik adat ulayat kaum Datuk Mangkudum Penghulu Pucuk Adat Suku Tanjung Batingkah Nagari Singkarak, yang tidak pernah diperjualbelikan maupun tergadai oleh siapa kepada siapapun, semuanya memiliki sejarah yang panjang,” tegas Sutan Mangkudum sati
Sutan Mangkudum Sati, juga menjelaskan, pada zaman pemerintahan Kolonial Belanda (penjajahan) diberlakukan nya dan diterapkan nya Agrarische Wey (AW) 1870 dengan azaz Domein Verklaring dan Hak Erfpacht kecil bagi keistimewaan bangsa Belanda saja.
Namun, semenjak tanggal 24 september 1960 secara yuridis formil penjajahan agraris dikubur dari bumi Indonesia yaitu dengan di undang kan nya UU No.5 tahun 1960 atau yang lebih dikenal dengan Undang Undang Pokok Agraria (UUPA) sekaligus menjadi pembatas priode hukum agraria masa lalu dan hukum agraria masa kini.
“Hukum agraria masa lalu bercirikan feodalisme (semena- mena), kapitalisme (menguntungkan satu pihak),” tuturnya.
Kaum Datuk Mangkudum Penghulu Pucuk Adat Suku Tanjung berharap, dari seluruh rangkaian yang disampaikan kepada kepala Bappeda Provinsi Sumatera Barat, yakni pada pokok -pokok permasalahan di atas berikut penjelasannya semua diletakkan pada dasar dan landasan hukum yang sebenarnya.
Sutan Mangkudum Sati menyimpulkan bahwa dilakukannya kembali Reklamasi Danau Singkarak oleh PT Kaluku Indah Permai, sangat jelas dan terang, atas telah terjadi pelangaran hukum terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku diduga Abuse of Power.
“Untuk itu harapan kami, kepada Bapak Gubernur supaya dapat menyikapi dan mananggapi laporan kami ini, menurut yang semestinya dan atau dengan sebaik – baiknya, berdasarkan Regulasi yang ada,” tegasnya.
Ditambahkannya, menyangkut pembangunan proyek sarana prasarana pada Rest Area Taman Wisata Dermaga Danau Singkarak, kiranya dapat dijelaskan dan di sosialisasikan oleh stakeholder yang terkait kepada masyarakat.
Sebab menurutnya, bila tidak ada transparasi menyangkut pelaksanaan beberapa proyek pembangunan yang sedang berjalan, apa lagi tidak memasang plank proyek di lokasi proyek serta tidak adanya sosialisasi, akan menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
Ditambahkannya, Keberadaan Rest Area Taman Wisata Danau Singkarak di tanah adat ulayat kaum Datuk Mangkudum Penghulu Pucuk Adat Suku Tanjung Batingkah Nagari Singkarak selama ini, tidak pernah kami permasalahkan, sekalipun tidak mendapatkan manfaat atas hak ulayat tersebut, namun kalin ini wajar kami mempertanyakan kelanjutan eksistensi hak subjek dan hak objek lahan tersebut.
“adalah logis dan wajar, bila kami bersama pucuk Adat, mempertanyakan kelanjutan eksistensi hak subjek dan hak objek dari lahan hak adat ulayat kaun Datuk Mangkudum ke depan terhadap pemerintah daerah Kabupaten Solok,” tegasnya.
Sutan Mangkudum Sati atas nama pucuk Adat, berharap kepada Kepala Bappeda dan Gubernur Provinsi Sumatera Barat, agar dapat menyikapi dengan bijaksana dan dengan penerapan regulasi yang jelas serta konsisten dalam penagakan hukumnya.
(Zoelnasti/Ipen)