REDAKSI SATU – Mantan pengawas Bank Kalbar dan Kepala Biro Perekonomian Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, Rihat Natsir Silalahi, angkat bicara terkait kasus pengadaan tanah Bank Kalbar yang saat ini tengah dalam proses di Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat.
Mantan pengawas Bank Kalbar itu menegaskan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan, serta berharap penegakan hukum berjalan adil tanpa pilih kasih.
“Saat saya menjabat sebagai pengawas Bank Kalbar, saya sudah membuat sistem monitoring yang bertujuan untuk mendeteksi penyimpangan. Namun, penegakan hukum tetap harus adil. Jangan sampai ada tebang pilih, semua pihak yang terlibat harus bertanggung jawab,” tegas Rihat Natsir Silalahi kepada Redaksi Satu, di Pontianak, Jumat 11 Oktober 2024.
Rihat juga menekankan bahwa instansi yang berwenang, seperti Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kepolisian, harus mengusut tuntas kasus ini hingga ke akar-akarnya.
Ia berharap ada perkembangan signifikan terkait pengusutan kasus tersebut dalam waktu yang tidak lama.
“Usut tuntas sampai ke akar-akarnya, karena ini merugikan negara dan nasabah. Penyidik harus bisa menemukan benang merahnya, di mana titik lemahnya, siapa yang bertanggung jawab, dan tahun berapa penyimpangan itu terjadi,” sindirnya.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat baru menetapkan 3 (tiga) orang tersangka dalam perkara Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terkait Mark Up Pengadaan Tanah kurang lebih Rp 30 Miliar.
“Tiga orang tersangka Pengadaan tanah Bank Kalbar tersebut yakni inisial S (Sudirman) selaku Direktur Utama Tahun 2015, Direktur Umum tahun 2015 inisial S.I (Samsir Ismail) dan Ketua Panitia Pengadaan inisial M.F,” ungkap Aspidsus Kejati Kalbar, Siju saat memberikan Konferensi Pers, Senin 30 September 2024, pukul 18.30 WIB.
Siju menjelaskan, pada tahun 2015 Bank Kalbar milik Pemerintah Daerah terdapat kegiatan pengadaan tanah untuk dibangun Kantor Pusat dengan Total Harga Perolehan sebesar Rp. 99.173.013.750 dengan luas tanah seluas 7.883 M²(persegi).
“Pada pelaksanaannya terdapat kelebihan pembayaran yang dihitung sebagai selisih berdasarkan bukti transfer pembelian tanah tersebut dengan yang diterima oleh pihak pemilik tanah bersertifikat Hak Milik lebih kurang sebesar Rp 30.000.000.000,- yang saat ini telah dilakukan perhitungan oleh BPKP Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat,” jelas Aspidsus Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat.
Terkait kasus ini, Aspidsus Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat juga menekankan bahwa pihaknya akan terus melakukan pengembangan untuk proses hukum lebih lanjut dan kemungkinan para Tersangka pun akan bertambah.
“Kasus ini akan terus kita kembangkan, dan tidak menutup kemungkinan akan ada Tersangka baru,” tandasnya.
Sementara itu, berdasarkan dokumen yang diperoleh, Bank Kalbar diketahui ada membayar sebesar Rp 89 Miliar kepada pemilik tanah melalui rekening atas nama Mursalim.
Namun, keterlibatan Mursalim masih dalam penyelidikan lebih lanjut oleh Kejati Kalbar.
Selain Mursalim, nama Ricky Sandy juga muncul dalam surat kuasa jual dan diduga terlibat dalam kasus ini. Namun, Ricky Sandy dilaporkan mangkir dari panggilan penyidik hingga saat ini.