REDAKSI SATU – Dalam rangka peringatan Hari Guru Nasional, Puluhan mahasiswa PGRI Pontianak menggelar Aksi Mimbar Bebas di Lampu Merah, Pontianak Water Tower, Selasa 25 November 2025, sore. Massa Aksi menekankan, Negara harus hadir lebih nyata bagi Guru Indonesia.
Puluhan mahasiswa PGRI yang menggelar Aksi Mimbar Bebas Peringatan Hari Guru Nasional 2025 ini terdiri dari, Dewan Perwakilan mahasiswa (DPM), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS), dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).
Koordinator Aksi, Miko menyampaikan bahwa dalam momentum Hari Guru Nasional 2025 November 2025, Mahasiswa PGRI Pontianak menyampaikan keprihatinan mendalam atas kondisi guru di Indonesia yang hingga kini masih menghadapi berbagai persoalan mendasar, mulai dari status kerja, kesejahteraan, hingga pemerataan tenaga pendidik.

“Data Kemendikbudristek (Siaran Pers 363/2024) mencatat masih terdapat 496.174 Guru non-ASN yang mengajar di sekolah negeri. Sementara itu, Direktorat Jenderal GTK hingga 2024 melaporkan baru 700.999 guru honorer yang berhasil diangkat menjadi ASN PPPK. Angka ini menunjukkan bahwa penuntasan persoalan tenaga honorer masih jauh dari selesai,” ungkap Miko.
Bukan hanya itu, menurut Mahasiswa PGRI Pontianak, bahwa kondisi kesejahteraan juga menjadi sorotan penting. Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS, 2024) mengungkap bahwa 74 persen guru honorer di Indonesia masih menerima gaji di bawah UMK, dengan rata-rata gaji guru SD hanya sekitar Rp1,2 juta per bulan. Ketimpangan ini berdampak pada kualitas pembelajaran, beban psikologis guru, dan keberlangsungan sistem pendidikan.
“Di sisi lain, kekurangan guru ASN masih menjadi masalah serius. Berdasarkan data Puslapdik Kemendikdasmen (2024), Indonesia masih kekurangan 374 ribu guru ASN di sekolah negeri. Kondisi ini paling terasa di daerah 3T, di mana banyak guru harus mengajar lintas mata pelajaran, bekerja dengan fasilitas minimal, dan menanggung biaya operasional secara pribadi,” sindirnya.

Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) yang dirancang sebagai jalur profesionalisasi tenaga pendidik juga menghadapi tantangan. Kuota terbatas membuat banyak guru honorer yang telah bertahun-tahun mengabdi belum mendapatkan kesempatan memperoleh sertifikat pendidik, padahal sertifikasi merupakan syarat penting bagi peningkatan kompetensi dan kesejahteraan.
Momentum Hari Guru Nasional seharusnya menjadi peringatan bagi negara bahwa guru tidak cukup dihargai hanya melalui ucapan terima kasih atau seremoni tahunan. Negara wajib menjamin:
1. Kepastian status kerja bagi guru non-ASN,
2. Peningkatan kesejahteraan yang layak,
3. Pemerataan distribusi tenaga pendidik,
4. Peningkatan akses pelatihan dan PPG,
5. Perlindungan profesional yang memadai.
Guru adalah penentu masa depan bangsa. Tanpa keberpihakan yang nyata dari negara, jargon “mencerdaskan kehidupan bangsa” hanya akan menjadi slogan yang diulangi setiap tahun tanpa perubahan substansial.
“Momentum ini kami jadikan seruan agar pemerintah mempercepat penuntasan masalah honorer, memperkuat kebijakan pendidikan, dan memastikan bahwa guru Indonesia mendapatkan pengakuan yang setara dengan jasa dan pengorbanan mereka,” pungkasnya.



