spot_img

Opini Publik: Kisah 2 Remaja Jebolan SD yang Bertahan Hidup Dengan Mengamen Keliling Kampung

Opini publik tentang kehidupan Rendy dan Fai, remaja putus sekolah yang mencari nafkah dengan berjalan berkilo-kilometer sambil mengamen.
redaksisatu.id – Di tengah hiruk-pikuk pembangunan dan ramainya janji-janji kemakmuran, masih ada kisah-kisah kecil yang sering luput dari sorotan

Kehidupan remaja putus sekolah masih menjadi potret buram di banyak wilayah Indonesia. Di balik gemerlap pembangunan dan kampanye kesejahteraan, masih ada anak muda yang harus berjuang keras hanya untuk bertahan hidup. Cerita tentang dua remaja, yang lulusan sekolah dasar tahun 2013 ini harus berjuang keras menghadapi kehidupan sebut saja Rendy dan Fai, menjadi bukti nyata bahwa ketimpangan akses pekerjaan dan pendidikan masih sangat tinggi.

Keterbatasan Akses Kerja Membuat Remaja Harus Serabutan

Rendy dan Fai adalah jebolan sekolah dasar tahun 2013. Karena keterbatasan ekonomi, mereka tidak bisa melanjutkan pendidikan. Dengan ijazah SD, pilihan pekerjaan mereka sangat terbatas. Akhirnya, mereka bekerja serabutan—kadang ikut proyek bangunan, kadang mengamen dari kampung ke kampung.

Dalam sehari mengamen, rata-rata mereka mengumpulkan Rp150.000, itu pun dibagi dua. Uang itu digunakan untuk makan dan kebutuhan harian. Tidak ada jaminan, tidak ada upah tetap, hanya usaha dan tenaga yang dipaksakan sejak usia muda.

Mengamen Berkilo-Kilometer untuk Bertahan Hidup

Saat ditemui tim Redaksisatu.id, Rendy dan Fai menuturkan bahwa setiap hari mereka harus menempuh jarak jauh dengan berjalan kaki. Suara, langkah kaki, dan keberanian menjadi bekal utama mereka mencari rezeki. Perjalanan mereka dari kampung ke kampung bukan untuk hobi, tetapi karena kebutuhan hidup mendesak.

Kehidupan seperti ini menunjukkan betapa beratnya jalan yang harus ditempuh remaja tanpa akses pendidikan dan keterampilan kerja memadai.

Potret Ketimpangan Sosial yang Masih Nyata

BACA JUGA  Adrian Bonaventure Tegar Raih Juara 1 Kelas E Remaja Putra Kejuaraan Pencak Silat Sakera Cup 2025

Kisah ini bukan sekadar cerita remaja miskin, tetapi gambaran tentang ketimpangan sosial yang masih menganga. Walaupun pemerintah gencar mendorong pembangunan, fakta di lapangan menunjukkan masih banyak generasi muda yang tidak tersentuh bantuan, pelatihan, maupun akses pekerjaan yang layak.

Rendy dan Fai adalah contoh bagaimana anak-anak muda dari keluarga kurang mampu harus memikul beban hidup lebih cepat dari seharusnya. Mereka menjadi simbol perjuangan rakyat kecil yang bekerja keras namun tetap berada di pinggiran.

Pemuda Bekerja Keras, Tetapi Tidak Mendapat Kesempatan

Meski hidup dalam keterbatasan, semangat kedua remaja ini tidak padam. Mereka tidak mengeluh tentang nasib, mereka tidak meminta belas kasihan. Yang mereka butuhkan hanyalah kesempatan—akses pendidikan, pelatihan kerja, atau ruang untuk mengembangkan diri.

Opini publik perlu menyadari bahwa ribuan remaja lain mungkin berada dalam situasi serupa. Jika tidak ada perhatian serius, mereka akan terus terjebak dalam lingkaran kemiskinan yang berulang.

Akhir Kata: Saatnya Negara Hadir Untuk Remaja Seperti Rendy dan Fai

Kisah Rendy dan Fai adalah panggilan bagi kita semua: pemerintah, masyarakat, dan lembaga sosial. Bahwa masih banyak remaja di Indonesia yang harus berjalan berkilo-kilometer dan mengamen untuk makan hari ini. Bahwa masih banyak anak bangsa yang berjuang tanpa jaring pengaman apa pun.

Sudah saatnya negara benar-benar hadir, bukan hanya dalam retorika, tetapi dalam kebijakan yang memberi solusi nyata—mulai dari pelatihan keterampilan, bantuan pendidikan, hingga akses kerja yang manusiawi.

Karena masa depan bangsa tidak hanya ditentukan oleh mereka yang duduk di bangku kuliah, tetapi juga oleh anak muda seperti Rendy dan Fai, yang setiap hari membuktikan arti perjuangan sesungguhnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

spot_img