MEDAN | redaksisatu.id – Sidang dua terdakwa yakni Yoan Putra dan James Tarigan yang digelar di ruang Cakra 4 Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, Senin (1/11/2021) berlangsung seru. Pasalnya dalam persidangan terkuak adanya pencairan diatas jam operasional. Terkuak ungkapan saksi Junaidi selaku AMOL di Bank BRI Cabang Kabanjahe dihadapan Majelis Hakim. Padahal sebelumnya Junaidi menyebutkan kalau jam operasional di BRI dari pukul 08:00 Wib hingga pukul 15:00 Wib.
Terkuak nya ucapan Junaidi tersebut ketika Hartanta Sembiring selaku penasehat hukum terdakwa James Tarigan memberikan pertanyaan kepada saksi.
Dan terkuak kalau ada pencairan di atas jam operasional adalah perintah dari Kacab.
“Jam opersional, jam 8 pagi sampai jam 3. Kecuali ada perintah dari Kacab,” ucap Junaidi.
Nah saat dipertegas oleh Hartanta Sembiring adanya pencairan di atas jam 3, apakah ada perintah dari Kacab?, terkuak dengan nada pelan saksi menjawab iya.
“Iya, ada perintah dari Kacab,” cetus Junaidi.
Didalam persidangan menjelang malam hari itu, Hartanta tampak beberapakali mengingatkan kepada saksi Junaidi.
“Diatas pencairan Rp 500 juta apakah tidak ada di cek lagi oleh saksi?. Berarti bisa tanpa nasabah dana dicairkan?. Bapak sudah di sumpah, apabila saya temukan nanti di pusat ketentuannya. Saya akan mengajukan ke Majelis Hakim dari status saksi menjadikan tersangka,” tegas Hartanta.
Mendengar perkataan Hartanta, kembali terkuak saksi menjawab kalau pencairan diatas Rp500 juta itu merupakan kewajibannya.
“Diatas 500 juta itu kewajiban saya pak. Secara SOP tak bisa Pak,” ungkap saksi.
Nah terkuak juga saat ditanya Hartanta apakah saksi ada mengancam James?, saksi berdalih dan menjawab dirinya hanya komunikasi dengan James.
“Saya gak pernah mengancam James, bukan saya mengancam James, kami komunikasi,” ujar saksi.
Setelah mendengar keterangan dari saksi, Majelis Hakim menunda persidangan hingga pekan depan.
Sementara diluar persidangan Hartanta kepada wartawan menjelaskan, bahwa dari keterangan pimpinan Kacab BRI Kabanjahe belum transparan dan begitu juga dengan Junaidi sebagai AMOL. Padahal di persidangan sudah terkuak adanya pencairan di atas jam operasional.
“Tugasnya seperti apa, tupoksinya seperti apa gitu. Kemudian jaksa pun koorporatif sedikit untuk memberi ruang, menceritakan tentang apa sebetulnya aliran uang ini. Kemana aliran uang Rp 10 miliar ini, kemana saja aliran uang ini?, biar kita cari sama-sama, siapa pelaku sebenarnya, jangan tebang pilih. Mungkin kalau sama kami gak ada, yang lain ada, siapa gitu. Karena yang bertanggung jawab di Divisi itu bukan divisi, tapi atasan Divisi. Jadi gak mungkin Teller yang bertanggungjawab atas AMOL, tapi AMOL bertanggungjawab atas Teller. Tapi persoalannya ini bukan sekali dua kali transaksi, berkali-kali bertransaksi masa dia gak ada kejanggalan dari laporan anggotanya, apa dia gak pernah cek?. Dan ada yang namanya spesimen tanggung jawab dia, itu pencairan diatas Rp500 juta. Pencairan diatas Rp500 juta, ada sekitar 6 kali. Saya lihat tadi ada pencairan uang di atas jam operasional. Kalaulah pencairan diatas jam operasional, artinya pencairan sudah direkayasa. Kenapa dilakukan diatas jam 3, berarti supaya orang tidak banyak didalamnya,” jelas Hartanta.
Mengutip dakwaan JPU, secara keseluruhan jumlah debitur/nasabah KMK BRI Kantor Cabang Kabanjahe yang rekeningnya pinjamannya telah disalahgunakan oleh kedua terdakwa sebanyak 34 orang debitur/nasabah dengan total penarikan sebesar Rp. 10.943.552.769,- (sepuluh milyar sembilan ratus empat puluh tiga juta lima ratus lima puluh dua ribu tujuh enam puluh sembilan rupiah).
Sebagaimana hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Tim Pemeriksa BRI Kantor Cabang Kabanjahe yang dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Tanggal 24 Juli 2018 yang direvisi dengan Laporan Hasil Pemeriksaan tanggal 09 Agustus 2019.
Selain melakukan penarikan kelonggaran tarik dari rekening pinjaman debitur/nasabah KMK Bank BRI Kantor Cabang Kabanjahe yang masih aktif, terdakwa Yoan juga melakukan penyetoran kembali ke rekening pinjaman debitur/nasabah KMK BRI Kantor Cabang Kabanjahe tanpa sepengetahuan dan persetujuan debitur/nasabah tersebut dengan jumlah penyetoran kembali sebesar Rp. 2.823.764.000,- (dua milyar enam puluh lima juta lima puluh enam ribu rupiah.
Atas perkara dugaan tindak Pidana Korupsi berupa penyimpangan dalam pencairan rekening pinjaman/kelonggaran tarik Untuk Kredit Modal Kerja (KMK) pada tahun 2017 s/d tahun 2018 di BRI Cabang Kabanjahe, Sumatera Utara diperoleh hasil penghitungan kerugian keuangan negara sebesar Rp. 8.119.788.769,- (delapan milyar seratus sembilan belas juta tujuh ratus delapan puluh delapan ribu tujuh ratus enam puluh sembilan rupiah).
Perbuatan kedua terdakwa tersebut telah melanggar ketentuan sebagaimana diatur dan diancam Pidana dalam Pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 Undang-undang No. 31 tahun 1999 yang diubah dengan Undang-undang No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. (HS)