REDAKSISATU.ID – Ratusan Mahasiswa di Kota Pontianak melakukan aksi demo menolak pengesahan RUU KUHP menjadi UU KUHP di Kantor DPRD Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar), Jumat 9 Desember 2022, Pukul 14.15 – 17.13 WIB. Penolakan tersebut berisi 4 (empat) poin tuntutan kepada DPR dan Pemerintah.
Penolakan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tersebut, bukan hanya dilakukan oleh kalangan Mahasiswa, tetapi juga menyulut banyak kontroversi baik dari pengacara ternama dalam negeri, Dewan Pers, bahkan dari Warga Negara-negara Barat.
KUHP yang baru saja disahkan oleh DPR RI tepatnya pada Selasa, 6 Desember 2022, dinilai melarang kebebasan yang bertentangan dengan Sistem Negara Demokrasi di Indonesia, bahkan beberapa Pasal dinilai melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), dan mengancam Kemerdekaan Pers.
Kordinator Lapangan (Korlap) Massa Aksi, Aji Riandi Kurniawan menekankan, pihaknya akan terus melakukan Aksi Demo dengan besar-besaran selama KUHP tersebut tidak dibatalkan atau dihapus.
“Kami akan mengecam lagi, untuk membuat eskalasi demo besar-besaran yang akan berjilid-jilid, apabila penetapan RKUHP menjadi KUHP tidak dicabut atau dibatalkan,” ungkap Korlap Massa Aksi.
Pada tahun 2019 lalu, lanjut Aji menyampaikan, RKUHP tersebut sempat mau disahkan juga. Tetapi terkendala dan batal dilakukan oleh DPR RI atau Pemerintah, karena banyaknya aksi penolakan pada waktu itu.
“Tapi sekarang DPR tetap mengesahkan,” tandasnya.
Massa sebanyak kurang lebih 120 orang dari BEM FEB, BEM FH, BEM FAI, BEM FKIP, BEM FT, BEM KM UMP, BEM IBEI, dalam kesempatan tersebut mendesak DPRD Provinsi Kalimantan Barat menyampaikan atau meneruskan tuntutan terkait penolakan terhadap pengesahan RUU KUHP tersebut.
Adapun 4 (empat) point tuntutan yang disampaikan oleh Mahasiswa melalui DPRD Provinsi Kalimantan Barat, yaitu:
1. Mendesak dan menuntut Presiden Jokowi mengeluarkan Perpu untuk membatalkan pengesahan atas Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
2. Mendesak Pemerintah dan DPR RI menghapus Pasal-pasal bermasalah yang mengancam kebebasan berekspresi dan berpendapat.
3. Meminta DPRD Kalimantan Barat melakukan pernyataan terbuka didepan mahasiswa atas nama mahasiswa dan masyarakat Kalimantan Barat bahwa DPRD Kalimantan Barat menolak disahkannya KUHP.
4. Mengutuk keras tindakan represif pada masa aksi dan meminta Kapolri untuk mengambil sikap tegas terhadap seluruh tindakan represif yang telah dilakukan terhadap Mahasiswa dan masyarakat Indonesia.
Sementara itu, 4 (empat) orang Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat yang menerima kedatangan ratusan Mahasiswa tersebut, diantaranya Toni Kurniadi mengatakan, akan meneruskan tuntutan Mahasiswa kepada Pemerintah Pusat.
Politisi partai PAN itu juga menyatakan dukungan terhadap gerakan yang dilakukan oleh Mahasiswa tersebut.
“Kita sangat mendukung gerakan Mahasiswa, karena tongkat perubahan republik ini adalah selalu dimulai dari gerakan Mahasiswa. Mahasiswa adalah agen perubahan,” tegas Toni depan Massa Aksi.
Sebelumnya, sebagaimana yang disampaikan Arif Zulkifli, Ketua Komisi Hukum dan Perundang-Undangan Dewan Pers, baru-baru ini dalam siaran Persnya menyayangkan keputusan itu diambil dengan mengabaikan minimnya partisipasi dan masukan masyarakat, termasuk komunitas pers.
Ketentuan-ketentuan pidana pers dalam KUHP, mencederai regulasi yang sudah diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Dewan Pers mencatat Pasal-pasal UU KUHP yang berpotensi mengkriminalisasi wartawan dan mengancam kemerdekaan pers, kemerdekaan berpendapat, dan berekspresi, yaitu Pasal 188, 218, 219, 220, 240, 241, 263, 264, 280, 300, 301, 302, 436, 433, 439, 594 dan Pasal 595.
Editor: Adrianus Susanto318