REDAKSI SATU – Asdi seorang mantan Karyawan melaporkan PT First Resources Group (PT FR Group) ke Ditreskrimum Polda Kalimantan Barat pada Kamis 17 Juli 2025, terkait dugaan indikasi kuat penggelapan pesangon dan BPJS Ketenagakerjaan.
Asdi menjelaskan, bahwa persoalan ini berawal dirinya bekerja menjadi seorang karyawan di PT FR Group sejak 14 Januari 2022 hingga 1 April 2025 dengan jabatan di Perusahaan sebagai Asisten General Affairs.
“Ternyata setelah di PHK, saya baru tahu bahwa saya tidak didaftarkan di BPJS Ketenagakerjaan dan bahkan saya tidak diberikan pesangon oleh PT FR Group. Hal ini lah yang saya laporkan ke Ditreskrimum Polda Kalimantan Barat,” ungkap Asdi di Pontianak kepada media online Redaksi Satu.

Ia berharap, pihak Perusahaan PT FR Group bertanggung jawab dan memenuhi hak-hak karyawan sebagai mana yang diamanatkan oleh Undang-undang ketenagakerjaan.
“Saya berharap, perusahaan PT FR Group membayar apa yang menjadi hak-hak saya,” ujarnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum melalui Tim Lawyer Muda Kalbar, Rusliyadi menekankan bahwa persoalan ini sudah dilaporkan ke Ditreskrimum Polda Kalimantan Barat. Bahkan Kuasa Hukum menduga adanya karyawan lain yang menjadi korban serupa tidak mendapatkan hak-hak sebagai mana yang diamanatkan oleh peraturan dan Undang-undang yang berlaku.
Laporan tersebut, menurut Rusliyadi terkait dugaan indikasi kuat pelanggaran Pasal 19 ayat 1 dan ayat 2, Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Jaminan Sosial. Selanjutnya Pasal 55 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial, yang menyebut bahwa Pemberi Kerja yang melanggar ketentuan sebagai mana diatur dalam Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2) di Pidana dengan Pidana Penjara paling lama 8 (delapan) tahun atau denda paling banyak Rp1 Miliar.
Jo Pasal 486 KUHP dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap Barang tersebut karena ada hubungan kerja, karena profesinya, atau karena mendapat upah untuk penguasaan Barang tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak, yaitu Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah);
“Dari ketentuan Pasal-pasal tersebut di atas, artinya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dapat meminta pertanggungjawaban pidana atau dapat dikenakannya sanksi pidana terhadap korporasi,” tandasnya.



