REDAKSI SATU – Praktisi hukum Rusliyadi menyoroti para pengusaha Cafe-cafe yang tidak melakukan kewajibannya, sebagaimana amanat Undang-undang Ketenagakerjaan dan Peraturan yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah, yakni terutama terkait Upah Minimum Regional (UMR) Kota Pontianak. UMK berlaku untuk pekerja atau buruh yang bekerja selama 40 jam seminggu atau 7 jam sehari.
Menurut Rusliyadi, persoalan ini merupakan persoalan serius yang harus menjadi atensi oleh Pemerintah. Di sisi lain, pengusaha-pengusaha Cafe di Kota Pontianak sangat membantu pemerintah dalam menyerap tenaga kerja. Namun di sisi lain, pengusaha juga harus dan wajib memberikan hak-hak karyawan sebagaimana peraturan dan Undang-undang Ketenaga Kerjaan.
“Kalau kita lihat berdasarkan data terakhir, UMR itu angkanya mencapai Rp2.800.000,- tapi praktek berdasarkan informasi dan fakta di lapangan ternyata banyak yang digaji dibawa UMR. Mereka (karyawan) ada yang digaji Rp 1 juta, ada yang digaji Rp 1,5 juta dan lebih banyak hanya dibagi di bawah Rp 2 juta,” ungkap Rusliyadi.
Bila melihat realita dan fakta yang terjadi itu, Ia menilai apa yang dilakukan oleh Pengusaha Cafe sudah sangat bertentangan dengan Perda Kota Pontianak maupun Perda Provinsi Kalimantan Barat. Apabila dilihat dan dikaji dalam perspektif Undang-undang Ketenagakerjaan, tentunya apa yang terjadi itu sangat bertentangan dengan Undang-undang Ketenagakerjaan.
“Pasal 185 ayat (1) juncto Pasal 90 ayat (1) adalah ketentuan yang mengatur tentang larangan pengusaha untuk membayar upah di bawah upah minimum dan upah yang lebih rendah. Ketentuan ini tercantum dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,” tandasnya.
Sebagai mana diketahui, dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, upah diartikan sebagai hak pekerja atau buruh yang diterima dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha. Upah tersebut ditetapkan dan dibayarkan berdasarkan perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan.
“Jika pekerja atau buruh tidak dibayarkan upah sesuai peraturan yang berlaku, maka pekerja atau buruh dapat menempuh upaya hukum. Sementara itu, pengusaha dapat dipidana sesuai ketentuan peraturan Undang-Undang yang berlaku. Saksi Pidana paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun,” ujarnya.
Praktisi Hukum ini berharap, Pemerintah melalui Dinas Terkait agar lebih proaktif mengawal program-program pemerintah dan aturan-aturan yang sudah ditetapkan. Bila Dinas terkait tidak mampu, Rusliyadi kembali menekankan bahwa melalui Kantor Hukumnya siap mendampingi para karyawan yang hak-haknya tidak dipenuhi oleh para Pengusaha Cafe sebagaimana amanat Undang-undang.
“Tetapi bila Dinas terkait tidak mampu menjalankan Tupoksi, maka sebaiknya bubarkan saja. Dari para merugikan masyarakat banyak. Bila mana ditemukan ada Pengusaha Cafe yang tidak mentaati Peraturan dan Undang-undang, maka selayaknya izin mereka (Perusahaan) itu harus dicabut, dan bukan hanya dicabut, tetapi mereka (Perusahaan) harus bertanggungjawab secara Pidana,” tegasnya.
Ironisnya lagi, bahkan terindikasi kuat ada Pengusaha Cafe yang buka 24 jam tidak memiliki sifat manusiawi dengan momotong gaji karyawan seenaknya bila ada karyawan telat 30 menit hingga 1 jam pada saat pergantian shift kerja.
Namun menurut pihak Pengawas pada Disnaker Kalimantan Barat, pengusaha tidak boleh memotong gaji karyawan apabila karyawan itu hanya terlambat dalam rentang waktu masuk 1 (satu) jam pada saat penggantian shift kerja. Disnaker Kalimantan Barat juga menekankan, tidak terkecuali bahwa Pengusaha Cafe wajib memberikan BPJS Ketenagakerjaan kepada pada Karyawan. Bahkan, selain karyawan mendapatkan gaji pokok, pengusaha Cafe juga wajib memberikan upah lembur kepada karyawan terkait.
Dalam kesempatan ini, pihak Pengawas Disnaker Provinsi Kalimantan Barat juga memberikan himbauan terutama kepada para Karyawan Cafe-cafe, agar membuat laporan yang disampaikan kepada Disnaker Provinsi Kalimantan Barat bila mana ada Karyawan yang digaji di bawah UMR dan tidak diberikan BPJS Ketenagakerjaan oleh pengusaha Cafe.