Sarilamak Limapuluh-kota I Redaksi Satu.Id – Untuk kesekian kalinya aksi kekerasan antar-siswa Sekolah Insan Cendikia Boarding School (ICBS) kembali terulang. Sekolah yang berlabelkan agama ini, sepertinya mengabaikan aspek attitude peserta didiknya. Aksi penganiayaan terus berlangsung berkali-kali selama tahun 2022.
Sekolah yang konon milik petinggi salah satu Partai Politik itu, terkesan tidak serius menyikapi aksi kekerasan yang dilakukan siswa di sana. Dari kasus kekerasan yang terekspos sejumlah media daring, telah terjadi tiga kasus penganiayaan siswa sejak Juli hingga November 2022.
Kecaman keras terhadap ICBS telah disampaikan Supardi, Ketua DPRD Sumatera Barat, menurut Supardi, ada yang salah dalam pengelolaan sekolah bersangkutan. Supardi yang juga putra Payakumbuh ini mempertanyakan idzin operasional sekolah di kawasan hutan Lindung Lembah Harau, yang menurutnya, dipetieskan Pemkab Limapuluh-kota. .
Demikian juga Ahmad Sahroni, anggota DPR-RI, telah mem-viralkan-rekaman Video penganiayaan siswa di sekolah bersangkutan, baru-baru ini. Belakangan, unggahan Syahroni itu direspon ICBS dengan munculnya surat pernyataan damai dari kedua siswa dan orangtua dan M.Ihsan Syaugi (Exto Tentri) dan Orangtua M.Reza Ramadhan ( Harmen Febrian Alfero ) pada 18 April 2023, sebagaimana unggahan kabapayakumbuh dan kaba.bukittinggi.
Aksi kekerasan antar-siswa ICBS terus terulang tanpa terekspos ke luar ICBS. Demikian juga kasus penganiaayaan terhadap 5 (lima) siswa kelas IX, oleh 20 orang siswa kelas XI, pada 16 November 2022 lalu. Kasus penganiayaan itu diredam ICBS tanpa diketahui oleh Orang tua lima siswa korban.
Kasus peganiayaan itu terungkap, Ketika orang tua salah satu korban, Ir. Edwin Muasri (59 ) dan Salma Arifin,Spd. MM, mendatangi ICBS di Jorong Tarantang, Sarilamak, Kecamatan Harau Kabupaten Limapuluh kota, Sabtu (13-5-023 ), menuntut tanggungjawab pihak ICBS.
Edwin dan Salma, menyampaikan kekecewaannya, atas aksi kekerasan itu, karena tidak pernah diinformasikan pihak sekolah. Kedua orang tua korban inisial Fs (16) , mengetahui aksi penganiayaan dari kakak perempuan Fs.
Guna memastikan peristiwa yang dialami anaknya FS, Edwin dan Salma, lakukan pendekatan dengan lima korban teman seasrama Fs dan menanyakan kronologis dan perlakuan penganiayaan oleh seniornya yang terhimpun di dalam BES ( Badan Eksekutif Sekolah ) ICBS setempat.
Lima siswa korban setingkat SMP itu, mengaku tidak berani memberitahukan peristiwa penganiayaan yang mereka alami itu pada orang tua masing-masing. Para korban seakan sepakat mendiamkan pristiwa itu dari orang tuanya. Sikap mendiamkan masalah oleh siswa korban itu, diduga ada tekanan atau ancaman dari pelaku ataupun pihak sekolah.
Pihak ICBS tidak lakukan penanganan serius kasus penganiayaan itu. Para korban samasekali tidak diobati. Untuk peristiwa itu tidak meluas keluar sekolah, pihak ICBS meredamnya dengan upayakan perdamaian antara pelaku dengan korban.
Ironisnya, perdamaian itu hanya menghadirkan orang tua pelaku, diupayakan, lakukan damai, tanpa memberitahu ke lima orangtua murid. Perdamaian korban dengan salah seorang pelaku hanya menghadirkan pelaku “Iki” siswa SMA kls XI dan orang tuanya. Sedangkan orang tua dari lima orang korban, serta pelaku-pelaku yang lainnya tidak dihadirkan.
Pimpinan Asrama ICBS Harau, Khairuddin, didampingi Pembina Asrama Makah 1 sd 30, Ustad Fikri saat ditemui orang tua korban,Edwin Muasri dan Salma Arifin Senin lalu (13 Mei 2023), tidak banyak komentar. Ketika orang tua korban menanyakan, mengapa para orang tua/wali tidak diberitahu atas peristiwa aksi kekerasan itu, Khairuddin terkesan melepas tanggungjawab ke pada bawahannya selaku penanggungjawab asrama Mekah 27 -30, asrama korban dan pelaku .
Menurut Khairuddin, kepada stafnya, dia telah menginstruksikan, agar menghubungi para orang tua korban. Sebab tindakan penganiayaan seperti itu katanya merupakan pelanggaran berat yang harus diberi sanksi berat.
Dan ICBS telah memberikan sanksi SP.1 pada salah seorang pelaku “Iki” dengan peringatan SP.1 katanya lagi.
Bagaimana halnya dengan belasan pelaku lainnya tanya Edwin dan Salma. Khairudin tidak menjawabnya. Ia hanya mengalihkan persoalan dengan mengulangi pernyataan bahwa Tindakan kekerasan itu melanggar SOP sekolah dan harus diberi sanksi berat.
Pernyataan Khairuddin itu, bertolak belakang dengan apa yang dilakukannya saat mendamaikan pelaku dengan korban. Yang dilibatkan dalam perdamaian itu hanyalah salah satu orang tua pelaku. Orang tua dari lima korban justru tidak dilibatkan dan tidak mengetahui sama sekali.
Sikap dan pernyataan mencla-mencle ( terkesan mengada-ada ) itu Kembali terlihat ketika menjelaskan sanksi terhadap pelaku tindak kekerasan bersangkutan. Kepada Edwin dan Salma, bahwa pelaku Fairel siswa kls. XI yang sudah diberi sangksi SP.1. berubah menjadi Sanksi telah dikeluarkan.
Sebelumnya Ustadz Fikri, Pembina Asrama Mekah 1- 30. Mengatakan, pelaku Fairel sudah diberi sanksi SP.1. Namun sesaat sebelum Edwin dan Salma akan pamit, Khairudin mengatakan bahwa Farel sudah dikeluarkan dari ICBS. Ada apa dibalik semua itu, tanya Edwin.
Kelima siswa tingkat SMP itu dianiaya sekelompok Siswa kelas XI (setingkat SMA ) di salah satu tempat yang berada di bagian belakang ruangan sekolah. Menurut para korban, dua diantara pelaku yang mereka ketahui bernama Farel dan Riqi.
Pengakuan lima anak yang jadi korban, masing-masing; Fs,(16 th ) AN (16 th), ZA , (16 th), i-iH, (16 th),. FF (16 th), saat diwawancarai awak media, mengungkapkan, bahwa mereka di cekik, hingga lemas, ditendang dan dipukuli bagian kepala, dada, serta kemaluannya.
Bahkan i-iH, dilempar ke tong sampah, dan alami luka gores saat dilempar ke tempat sampah itu. Setelah itu iIH dipukuli dan ditendang hingga terlempar ke belakang.
Aksi kekerasan oleh anggota dan Pengurus BES itu terjadi selesai sholat Isya. Sebagaimana yang dialami Fs, yang juga diamin oleh empat rekannya yang jadi korban. Tenggorokannya Fs dicekik, dan disandarkan ke dinding tembok, sementara siswa SMA lainnya bergantian memukul muka, dada, perut dan kemaluannya. Fs, baru dilepas ketika ia menepuk-nepuk dinding tembok karena sudah tidak berdaya lagi.
Aksi kekerasan serupa juga dialami oleh tiga siswa lainnya. Akibat pengadiayaan oleh sejumlah seniornya itu, masing-masing mengaku merasa takut dan was-was, jika kebetulan berpapasan di komplek ICBS setempat.
Melalui HP pada awak media, para orang tua korban, telah mengetahui pristiwa penganiayaan anak-anak mereka. Diantaranya telah datang menuntut pihak sekolah pada Rabu (17-5-2023) dan Kamis (18-5-2023 ) Sedangkan orang tua korban yang lain akan mendatangi sekolah Sabtu, (20-5-2023 ). Masing-masing Orang tua korban tidak terima terhadap pembiaran aksi penganiayaan itu. (* )