Hasil survei terbaru Setara Institute dan Forum on Indonesian Development (INFID) mencatat 83,3 persen Pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) menganggap Pancasila bukan ideologi permanen dan bisa diganti.
“Tentu ini membuat kita semua prihatin. Bagi saya, ini adalah salah satu hasil dari perubahan UUD 1945 yang dilakukan di tahun 2002 silam, ungkap Ketua Dewan Perwakilan Daerah RI, AA LANyalla Mahmud Mattalitti, Minggu (23/5/2023).
“Sehingga Pancasila sudah tidak lagi terjabarkan sebagai norma hukum tertinggi di dalam Konstitusi bangsa ini,” katanya.
Ditambahkan LaNyalla, dirinya sudah sering mengingatkan bahwa apa yang dikatakan Ki Hajar Dewantoro pada tanggal 31 Agustus 1928 silam bisa benar-benar terjadi.
“Dan ini adalah salah satu bukti yang ada di top of mind anak-anak kita (pelajar), yang notabene adalah generasi penerus pemegang arah perjalanan negara ini,” tukasnya.
Seperti diketahui, pahlawan Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantoro saat itu mengatakan, ‘Jika anak didik tidak kita (pelajar) ajarkan wawasan kebangsaan dan nasionalisme, maka bisa jadi di masa mendatang mereka akan menjadi lawan kita’.
LaNyalla juga mengingatkan bahwa bangsa ini melalui TAP MPR Nomor XVIII/MPR/1998 tanggal 13 November 1998 telah mencabut P4 (Penataran Pedoman, Penghayatan dan Pengamalan Pancasila), karena dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan kehidupan bernegara.
“Ini adalah awal bangsa ini dipisahkan dari ideologinya. Awal bangsa ini meninggalkan Pancasila sebagai grondslag bangsa”, ungkapnya.
“Dan penghancuran memori kolektif sebuah bangsa memang bisa dilakukan tanpa metode perang militer. Tetapi dengan memisahkan generasi bangsa itu dengan ideologinya,” tandasnya.
Oleh karena itu, sambung LaNyalla, dirinya terus menyampaikan bahwa Konstitusi hasil perubahan pada masa reformasi itu sudah tidak nyambung lagi antara pembukaan dengan pasal-pasal yang ada. Karena perubahan pada pasal-pasalnya telah mencapai lebih dari 95 persen.
“Dan pasal-pasal yang baru tersebut justru bukan menjabarkan ideologi Pancasila. Tetapi menjabarkan ideologi lain, yaitu ideologi individualisme dan liberalisme. Sehingga wajar Indonesia semakin karut-marut dan ekonominya yang kapitalistik hanya menghasilkan oligarki,” pungkasnya.
Karena itu, lanjutnya, saya mendorong lahirnya Konsensus Nasional semua elemen bangsa yang masih peduli dan punya nasionalisme di dadanya untuk bersepakat mengembalikan Pancasila sebagai norma hukum tertinggi, yang terjabarkan melalui Pasal-Pasal di dalam Konstitusi. (*)
Editor: Khairul Ramadan