BerandaNASIONALWTP Tidak Menjamin Daerah itu Bersih dari Praktek Korupsi

WTP Tidak Menjamin Daerah itu Bersih dari Praktek Korupsi

TAPANULI UTARA | Redaksi Satu.id –Perolehan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Capaian ini nampaknya tidak menjamin daerah itu bersih dari praktek korupsi.

Banyak pemerintah daerah mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), seperti Kabupaten Tapanuli Utara yang mendapat ketujuh kali Wajar Tanpa Pengecualian, namun banyak dugaan praktek korupsi yang terjadi disana.

Sebagaimana yang disampaikan Ir.I.Djonggi Napitupulu, selaku Direktur Indonesia Pemantau Pengadaan Barang dan Jasa (IP2 Baja) Nusantara , kepada Redaksi Satu, Selasa (9/11/2021) di Kecamatan Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara.

Menurut dia, Salah satunya rehap Kantor Perpustakaan yang menelan biaya kurang lebih Rp930 juta, yang saat ini sedang di tangani oleh pihak Kejaksaan Negeri Tapanuli Utara.

Selain itu juga lanjutnya, mengenai dana pinjaman PEN senilai Rp326 Miliar Tahun Anggaran (TA) 2020 yang diduga kuat terjadi jual beli paket proyek sebanyak 828 paket.
Sehingga tidak memiliki jejak digital pada Unit Layanan Pengadaan (ULP) dan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).terang Ir.I.Djonggi Napitupulu.

“Jangan bangga,100 kali dapat WTP juga bukan menyatakan bahwa suatu daerah itu bersih dari praktek korupsi. Bahkan kita menyarankan agar BPK pemberi opini WTP juga diperiksa, sebab ada indikasi dugaan suap,” ujarnya.

“Pertanyaan sekaligus keluhan ini pernah disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani pada satu kesempatan bertemu dengan para kepala daerah baru-baru ini, Sri Mulyani mengatakan, mestinya jika sudah WTP, makin sulit terjadi penyimpangan karena sudah terbangun sistem pengendalian internal yang baik, Faktanya, saat ini banyak kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK,” ungkap Ir.Djonggi meniru pernyataan Sri Mulyani.

Memang, opini auditWajar Tanpa Pengecualian dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menjadi idaman para pengelola keuangan negara.

Para pejabat kementerian, lembaga negara, dan pemerintah daerah berlomba memperoleh opini tersebut. Terlebih, pemerintah menjadikan opini WTP sebagai salah satu tolok ukur keberhasilan tata kelola yang baik (good governance).

Masalahnya, opini WTP ternyata tidak menjamin bebas dari korupsi, dibeberapa lembaga yang memperoleh WTP, pejabatnya malah tersangkut korupsi.

“Misalnya, Kementerian Agama mendapat WTP, belakangan ditemukan korupsi, bahkan Menteri Agama terjerat korupsi. Di Sumatera Utara, mendapat WTP tapi Gubernur terlibat korupsi. Hal yang sama terjadi di beberapa lembaga pemerintah,” terang Djonggi mengakhiri.

Lamour Sitomorang juga menerangkan, terkait 828 paket proyek sumber dana dari pinjaman PEN TA 2020 yang tidak memiliki jejak digital di ULP dan LPSE, Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Kabupaten Tapanuli Utara.

”Jadi yang ada pada LPSE adalah paket proyek di atas 200 juta dengan metode pemilihan secara tender, sedangakan yang di bawah 200 juta dilaksanakan pengadaan langsung oleh OPD yang bersangkutan,” tukasnya.
[Freddy Hermanto Hutasoit].

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.