spot_img

Sumber Air Aqua: Antara Legalitas, Etika, dan Kejujuran Informasi

Jawa Barat, Redaksi Satu – Sumber air mineral merk Aqua belakangan ini menjadi, sorotan publik.

Pasalnya ketika Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi akrab disapa Kang Dedi, mengunjungi pabrik pengelolaan Air Pegunungan merk Aqua di Subang Jawa Barat.

Melalui sosial media akun Instagram @dedimulyadi71 Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi mengunggah dalam bentuk video sidak ke pabrik Aqua.

Sumber
Praktisi Hukum Achmad Fauzi.foto.doc.org.

Dalam unggahannya ia, memperlihatkan sumber air minum berasal dari empat sumur dengan kedalaman lebih dari 100 meter.

Temuan itu menuai berbagai pertanyaan dan komentar publik terkait, asal-usul sumber air minum dalam kemasan (AMDK).

Peristiwa tersebut menjadi perhatian dari kalangan masyarakat, termasuk salah satu dari Advokat dan Pemerhati Hukum Lingkungan dan Perlindungan Konsumen Achmad Fauzi memberikan pandangan, disampaikan pada Kamis (23/10/2025).

Achmad Fauzi mengatakan, belakangan ini publik dibuat heboh oleh kabar bahwa air minum dalam kemasan (AMDK) merek terkenal.

Ternyata tidak seluruhnya berasal dari sumber mata air pegunungan, melainkan dari sumur bor.

BACA JUGA  Kejati Kalbar Tahan 6 Terduga Koruptor Rp8 Miliar Proyek Bandara Rahadi Oesman Ketapang

Kabar ini menimbulkan pertanyaan penting: apakah praktik tersebut melanggar hukum?

Untuk menjawabnya, kita perlu meninjau dari dua aspek hukum utama – hukum lingkungan dan perlindungan konsumen.

1. Aspek Hukum Lingkungan

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air menegaskan bahwa, setiap pengambilan air tanah harus memiliki izin resmi dari pemerintah.

Penggunaan sumur bor sendiri tidak dilarang, asalkan dilakukan berdasarkan izin pengusahaan air tanah dan memenuhi persyaratan teknis serta lingkungan.

Artinya, secara hukum lingkungan, pengambilan air dari sumur bor tidak melanggar hukum, selama perusahaan:

1. Memiliki izin resmi dari instansi berwenang;

2. Melaksanakan kewajiban konservasi air dan pemulihan lingkungan; dan

3. Tidak menimbulkan kerusakan ekosistem atau penurunan cadangan air tanah.

Masalah hukum baru timbul apabila, pengambilan air dilakukan tanpa izin atau menyebabkan kerusakan lingkungan di sekitar wilayah produksi.

BACA JUGA  Kapolri Tegaskan Ada 6 Tersangka Tragedi Kanjuruhan

2. Aspek Perlindungan Konsumen

Persoalan yang lebih serius, bisa muncul dari cara produk tersebut dipasarkan.

Apabila label atau iklan air minum menampilkan citra “air pegunungan alami” padahal sumber airnya berasal dari sumur bor, maka hal itu berpotensi menyesatkan konsumen.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen melarang pelaku usaha memberikan informasi yang tidak benar atau menyesatkan mengenai produk yang dijual (Pasal 8 dan 9).

Jika terbukti menyesatkan, pelaku usaha dapat dijerat pidana hingga 5 tahun penjara atau denda Rp2 miliar (Pasal 62 ayat (1)).

Dengan demikian, bukan sumber airnya yang menjadi masalah hukum, melainkan ketidakjujuran dalam informasi produk.

3. Transparansi sebagai Tanggung Jawab Hukum dan Etika

Konsumen membeli air minum bukan hanya karena haus, tetapi karena percaya pada kualitas dan sumbernya.

Ketika label “air pegunungan” ternyata tidak sesuai dengan kenyataan, kepercayaan publik bisa hilang – dan itu bukan sekadar urusan moral, tetapi pelanggaran hukum.

BACA JUGA  Dedi Mulyadi: Berlakukan Sopir Angkot Puncak Bogor Sabtu-Minggu Libur

Dalam dunia bisnis modern, transparansi adalah bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).

Kejujuran informasi bukan hanya kewajiban etis, tetapi juga fondasi hukum untuk membangun kepercayaan publik.

4. Kesimpulan

Penggunaan sumur bor tidak otomatis melanggar hukum, sepanjang telah memenuhi ketentuan perizinan dan tanggung jawab lingkungan.

Namun, apabila perusahaan memasarkan produknya dengan cara yang menyesatkan, maka perbuatan tersebut melanggar hukum perlindungan konsumen.

Dalam negara hukum, iklan tidak boleh lebih kuat dari kebenaran. Sebab dalam setiap tetes air yang kita minum, seharusnya mengalir pula kejujuran dan integritas hukum.

Tentang Penulis:

Achmad Fauzi, S.H., CLL adalah advokat dan konsultan hukum di bidang lingkungan dan perlindungan konsumen.

Ia aktif menulis opini hukum di berbagai media dan merupakan pendiri Kantor Hukum AF & Partners di Jakarta.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

spot_img