Limapuluh Kota – Niniak-mamak dan Pengulu Luak Limopuluah, menilai bahwa setiap Nagari di Luak Limopuluah, diperlukan adanya Balai adat dan Medan nan Bapaneh. Kedua fasilitas tersebut, merupakan hal yang urgensi bagi menyikapi degradasi sikap dan prilaku sosial warga Luak Limopuluah, khususnya di Kabupaten Limapuluh-Kota Sumatera Barat.
Hal itu terungkap dari diskusi sejumlah niniak mamak dan pengulu dalam sebuah acara silaturahmi yang diprakarsai Syafni Sikumbang di kediamannya di Sariak Laweh Kecamatan Akabiluru, Jumat siang ( 8-12-2023 )
Diskusi yang di hadiri perwakilan Niniak mamak, penghulu dari beberapa Nagari di kabupaten Limapuluh-kota itu, bermula dari pernyataan Syafni Sikumbang selaku tuan rumah atas kerisauannya terhadap degradasi moral Masyarakat luak Limapuluh kota yang sudah semakin jauh meninggalkan perinsip-prinsip adat dan budaya Minangkabau.
Niniak mamak/penghulu serta ulama yang hadir dalam silaturahmi pemenangan Anis Baswedan dan Muhaimin Iskandar itu merespon dengan antusias pernyataan Syafni Sikumbang.
Syafni Sikumbang (51 th) sebagai pengusaha sukses di Kandis Kabupaten Siak Provinsi Riau itu, dikenal banyak oleh warga Limapuluh-kota sebagai tokoh yang peduli terhadap pelbagai persoalan sosial dan kemasyarakatan di Kabupaten kampungnya.
Pengusaha pemilik Pasar Kandis di KM. 79 Kandis itu menyampaikan kegelisahaannya terhadap, pergeseran nilai sikap dan prilaku warga Lima puluh kota. Ia menguatirkan eksistensi keminangkabauan orang Limapuluh kota akan alami pengikisan. Prinsip “malu” yang menjadi landasan moral dan prilaku – yang digariskan adat Minangkabau, dikuatirkanya akan tinggal “Kabau”-nya.
Niniak mamak yang hadir itu serta merta tersentak mendengar pernyataan pengusaha warga Sariak Laweh tersebut. Karena hal itu memang suatu realitas sosial yang sudah lama merisaukan banyak orang di Luak Limo puluah.
Mengomentari pernyataan Syafni Sikumbang, Syeikh Mulyadi Katinggian, Pemuka Agama yang mimiliki Ribuan murid di Nusantara ini, kepada Awak media menjelaskan bahwa di Minangkabau, Rajo ( Raja ) Nan Sabana Rajo (yang sesungguhnya) dalam kebudayaan Minangkabau bukanlah “orang”, melainkan adat. Oleh Etnis Minangkabau, dikenal “Adaik Nan Ampek” ( Adat Nan Empat )
Nan Ampek ( Nan Empat) itu berasal dari yang Esa: Allah Swt. Itulah “adat yang sebenar-benarnya adat”. Ajaran dengan segala hikmahnya yang diwarisi dari Nabi Muhammad S.a.w. dan firman Allah pada KitabNYA. Dan Adat itu bukanlah materi yang bersifat kebendaan atau alam
Dengan demikian berlakulah Adaik nan indak lapuak dek hujan ( Adat yang tidak akan pernah lapuk oleh hujan ) Indak lakang dek paneh ( Tidak akan pernah lekang oleh terpaan panas). Jikok dibucucuik indak mati ( jika dicabut tidak mati) Kok diasak indak layuah ( kalau dipindahkan tidak layu). Adat bersendi Syarak, Syarak bersendi kitabullah. Syarak mangato, adat mamakai.
Edi Anwar Asfar, Ketua Umum DPP- Serikat Praktisi Media Indonesia, yang ditemui Bersama Syeik Muliadi kediamannya di Sarilamak menimpali bahwa pernyataan Syafni Sikumbang itu, bukanlah pernyataan politis dan sebatas pernyataan turut meramaikan wacana Kembali ke Surau. Pernyatan tersebut dinilainya sebagai kekuatiran seorang yang peduli terhadap Nasib Limapuluhkota.
Pernyataan Syafni itu kata Edi Anwar berangkat dari pandangannya bahwa kohesi sosial yang kuat dan nilai-nilai ideal adat yang menjadi standar satu-satunya bagi sikap dan prilaku orang Minang, dewasa ini mulai memudar. Kondisi dewasa ini, doktrin sosial Minangkabau: Adat bersendikan Sarak – Sarak Bersendikan Kitabullah (ABS-SBK) sudah tidak lagi kokoh, dan tergerus oleh anasir luar.
Sebagaimana yang diungkapkan Syafni Sikumbang bahwa semua prinsip ajaran adat itu kini sudah mulai pudar. Kegelisahan terhadap patologi sosial dewasa ini semakin merisaukan banyak orang. Penyakit masyarakat” yang lebih dikenal dengan “Pekat” semakin bertumbuh kembang di mana-mana, baik di kota-kota hingga ke pedusunan di lingkungan pendukung adat Minangkabau.
Perda Pekat yang ada sepertinya tak pernah memiliki kekuatan sitawa sidingin. Demikian juga wacana “Kembali ke Nagari” – sebagaimana yang dikemukakan Syafni, juga tidak mangkus dan hanya sebatas meramaikan wacana“kembali ke surau”.
Dalam kondisi demikian, doktrin filosofi sosial Minangkabau Adat bersendikan Sarak – Sarak Bersendikan Kitabullah (ABS-SBK) relative hanya sebatas slogan kosong belaka.
Atas dasar pemikiran demikian, sudah pada tempatnya jika keberadaan Balai Adat dan Medan nan Bapaneh, menjadi hal yang urgen bagi setiap nagari di Kabupaten Limapuluh Kota, sebagaimana yang dikemukakan para niniak mamak/ penghulu dan ulama yang hadir dalam acara silaturahmi relawan Anis di Sariak Laweh itu.
Keinginan para niniak mamak akan hadirnya Balai adat dan Medan nan bapaneh tersebut, dimaksudkan, sebagai salah satu solusi bagi upaya memperkokoh keberadaan adat Minangkabau di Luak Limopuluah.
Inti Minang itu adalah nagari. Nagari sebagai wilayah pemerintahan dalam sistem NKRI terdapat banyak Lembaga dan orang yang mengurusinya. Akan tetapi sebagai Subkultur – inti Minang itu tidaklah banyak yang mengurus.
Jika Nagari sebagai inti dari Minangkabau itu tidak diurus oleh Niniak mamak dan generasi anak kamanakan selaku parik paga nagari, dapat dipastikan, cepat ataupun lambat, akan punahlah Minangkabau itu, pungkas Edi Anwar, yang diamini oleh Syeik Muliadi.
Menyikapi pentingnya eksistensi balai Adat buap para niniak mamak dan Medan nan Bapaneh bagi generasi Muda selaku anak kemenakan pad kesempatan itu, para niniak mamak dan pemuka yang hadir mengharapkan pada Syafni Sikumbang kiranya berkenan membantu memprakarsai untuk mewujudkan harapan tersebut.
Syafni Sikumbang yang juga dikenal sebagai pengusaha peternakan ayam dan sapi di Kabupaten Siak itu, menyikapinya dengan permohoan doa, agar ia peroleh kemudahan rezeki untuk mewujudkannya.
Penulis : Young Slomak