KALSEL | redaksisatu.id – Pemerintah Desa Tri Martani resmi melaporkan PT SH ke Mabes Polri lantaran diduga kuat melegalisasi praktek perambahan hutan dan penyerobotan tanah milik warga setempat, dengan pembiayaan kegiatan melalui kerja sama dengan pihak Bank Niaga Jakarta.
Pemerintah setempat mempolisikan PT SH karena dampak dari perbuatannya itu akan merusak hutan yang merupakan paru-paru dunia, dan berpotensi menyebakan terjadinya bencana nasional di Kalsel.
Hal itu disampaikan Richard Wiliam, Ketua Umum LBH GAPTA selaku Kuasa Hukum Kepala Desa Tri Martani (Wagiran) yang membuat laporan terhadap PT SH tersebut di Mabes Polri.
Dia sudah mendatangi Kantor Sekretariat Presiden Republik Indonesia, DPR RI, Kemenko Polhukam RI, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI, serta Mabes Polri di Jakarta, untuk melaporkan PT SH.
“Hal tersebut terkait adanya dugaan legalisasi perambahan kawasan hutan dan penyerobotan lahan masyarakat Desa Tri Martani oleh PT. Sajang Heulang (PT SH) yang didanai oleh Bank Niaga Jakarta,” ujar Richard Ketum LBH GAPRabu 3 Oktober 2021, melalui ririsnya.
Menurut Richard William, kasus perambahan kawasan hutan dan penyerobotan lahan masyarakat Desa Tri Martani, Kecamatan Sungai Lomban, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) sudah dilaporkan Kades Tri Martani, sejak Mei 2021 lalu, ke Mapolda Kalsel.
Laporan Kades Tri Martani ini dibuktikan dengan Laporan Polisi nomor LP/B/202/V/SPKT.DITRESKRIMUM/POLDA KALSEL, tanggal 28 Mei 2021.
Ironisnya kata Richard, laporan kades tersebut terkesan diabaikan oleh Polda Kalsel, karena belum ada tindakan hukum yang nyata dari penegak hukum ini, terhadap pelaku tindak pidana kejahatan yang luar biasa tersebut.
Nampaknya perusahaan PT SH ini lanjut Richard, diduga kebal hukum, bisa kendalikan penegak hukum, bisa kondisikan penegak hukum, sehingga aktivitas kejahatan yang mereka lakukan selama ini bisa dikendalikannya.
Ketidak puasan LBH GAPTA terhadap penegak hukum yang ada di Kalsel, dibuktika oleh Richard dengan melakukan konfirmasi langsung, baik terhadap penyidik di Ditreskrimum di Polda Kalsel maupun kepada pihak penegak hukum terkait lainnya.
Hal itu dilakukannya pada 27 Oktober 2021 yang lalu kepada penyidik Ditreskrimum Polda Kalimantan Selatan, untuk melengkapi penjelasan dari penyidik tersebut Richard juga melakukan klarifikasi kepada pihak BPKPH V Kalsel pada 28 Oktober 2021 lalu.
Richard William menambahkan, dia menyayangkan bahwa kasus ini sudah terjadi puluhan tahun, namun belum ada tindakan yang nyata dan berarti dari pihak penegak hukum terkait, padahal nyata-nyata didepan mata ada tindak pidana yang dilakukan perusahaan PT SH yang nakal ini.
“Apakah ini mereka tidak tau?, ataukah pura-pura tidak tau?, sehinggga melakukan pembiaran pelanggaran hukum yang selalu berkelanjutan hingga saat ini, ataukah memang mereka berada dibalik ini semua?,” cetus Richard.
“Bahwa hal ini sangat disayangkan karena sudah terjadi hingga puluhan tahun, namun belum ada tindakan hukum yang nyata dari instansi terkait, dan seolah-olah pelaku tindak pidana kebal hukum dan/atau dilegalkan mereka,” ungkapnya.
Richard menyebut, hal tersebut baru terungkap setelah adanya pemaparan oleh penyidik Ditreskrimum Polda Kalimantan Selatan pada tanggal 27 Oktober 2021 dan setelah itu dia melakukan Klarifikasi langsung dengan pihak BPKH V Provinsi Kalimantan Selatan pada tanggal 28 Oktober 2021.
Dampak dari hal tersebut diatas, Richard William memaparkan, bahwa hal tersebut dapat memicu bencana alam di Kalimantan Selatan akan terulang. “Oleh karenanya sudah kewajiban kita semua masyarakat dan NGO Lingkungan hidup dan lainnya, untuk ikut peduli akan dampak akibat dari hal tersebut yang mungkin akan ditimbulkan,” tukasnya.
Ketum LBH GAPTA, Richard William berharap instansi terkait, dapat mendengar dan merespon positif dan segera, demi menyelamatkan Kalimantan yang merupakan bagian dari paru-paru dunia, dari kejahatan pihak korporasi ini, demikian.
Pihak penyidik Polda Kalsel ketika dikonfirmasi melalui telephone enggan memberikan keterangan dengan alasan tidak berani tanpa izin pimpinan, Ia meminta waktu untuk Koordinasi dengan pimpinannya, namun hingga berita ini kami naikan belum juga memberikan jawaban.
Sementara dari pihak BPKH V Provinsi Kalimantan Selatan, juga tidak bisa memberikan tanggapan dengan alasan sibuk.
[*to-65].