Limapuluh-Kota I Redaksi satu – Keindahan Kelok Sembilan semakin hari semakin memprihatinkan. Pemandangan di jembatan layang Kelok Sembilan, dewasa ini semakin semberaut .
Tenda-tenda dari lapak liar di jembatan Kelok sembilan itu menjadi pemandangan yang mengganggu di sepanjang pinggiran jembatan layang itu. Lokasi yang dijadikan sebagai tempat berwisata itu kini tampak kumal, kotor oleh tenda dan lapak lapak liar. Kawasan itu seakan tidak diperdulikan lagi oleh pemerntah Sumatera Barat.
Kelok sembilan tidak lagi menimbulkan kebanggaan orang luak limopuluah Sumatera Barat. Sebagian besar panorama tempati pengunjung memandangi alam raya pebukitan sudah digantikan oleh puluhan lapak-lapak pedagang di sana. Yang tersisa hanyalah lokasi yang kurang nyaman memandangi alam secara bebas di sekitarnya.
Ketika media mengunjungi lokasi wisata pada Kamis (24-11-021) tampak sejumlah pengunjung menggunakan kursi untuk memotret agar dapat mengambil pemandangan yang terhalang oleh tembok pagar jembatan layang kelok sembilan itu..
Tampak pengunjung alami kesulitan mencari posisi yang memungkinkan untuk mengambil foto lika liku jalan Kelok Sembilaitun di bawahnya. . Posisi strategis di jembatan layang Kelok Sembilan itu sudah tertutup oleh puluhan lapak dan tenda yang liar di sepanjang piggiran jembatan layang itu.
Setidaknya terdapat 70-an lebih lapak yang bediri tidak teratur di jembatan Kelok Sembilan itu. Seperti yang diungkapkan Ayub (64 ) bahwa lapak-lapak itu mengganggu lalulintas dan pengunjung di sana. Letak bangunan lapak itu katanya terlalu dekat dengan bahu jalan . Bangunan lapak diakuinya sangat mengganggu kelancaran lalu lintas di sana.
Warga Ulu Aie yang juga pernah punya lapak tahun lalu di Jembatan Kelok Sembilan itu, mengaku, pernah kena razia dan ia beserta puluhan pemilik lapak lainnya dipaksa membongkar habis bangunan lapak masing- masing. Sejak itu Ayub merasa takut untuk membangun lapak lagi, seperti pedagang yang lainnya.
Biasanya razia dilakukan jika ada pejabat tinggi negara yang akan lewat. Jika sering pejabat pusat yang lewat, maka sesring itulah lapak kami dibongkar. Jika tidak ada pejabat pusat yang lewat, maka tidak akan ada razia.
Hal senada dikemukakan juga oleh Muis (56 ) . Menurut lelaki ayah empat anak ini, sudah lama sekali kami tidak kena razia. Sejak acara Tour De Singkarak pada September 2019 tidak pernah lagi ada razia. Jika ada razia maka bangunan lapak di sini pasti dibongkar. Untuk membangunnya kembali, masing-masing pedagang alami kesulitan mambayar tukang untuk membuat kerangka lapak yang baru lagi. Setdaknya biaya yang dikeluarkan buat lapaknya, kata Muis menghabiskan uang Rp 8 hungga Rp 10 juta.
