RedaksiSatu.id – Permasalahan sampah terus menjadi perhatian dunia, terutama sampah plastik yang sulit didaur ulang. Melansir dari laman KLHK, total sampah di Indonesia bisa mencapai 18,2 juta ton per tahun. Bertepatan dengan dilaksanakannya KTT G20 di Bali, pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mengurangi produksi sampah sebesar 70 persen di tahun 2025. Dalam tiga tahun terakhir, Indonesia telah berhasil mengurangi sampah sebesar 28,5 persen.
Untuk membantu Indonesia mencapai target pengurangan sampah, dosen sekaligus ahli lingkungan Universitas Pertamina, Dr. Eng., Mega Mutiara Sari, S.T., M.Si., melakukan penelitian terkait pemanfaatan limbah plastik menjadi sumber energi pellet RDF (refused derived fuel). Penelitian ini berhasil dipublikasikan di jurnal terakreditasi SINTA 2, Jurnal Bahan Alam Terbarukan.
“Penelitian ini kami lakukan di Kecamatan Nusa Penida, Bali. Sebagai wilayah pariwisata ternama di Indonesia, Bali memiliki permasalahan sampah yang cukup besar. Di Nusa Penida saat ini masih belum memiliki Tempat Olah Sampah Setempat (TOSS) sehingga sampah masih dibiarkan di TPA,” jelas Mega pada wawancara daring Senin (14/11).
Komposisi sampah di Kecamatan Nusa Penida, menurut Mega, didominasi oleh sampah organik, plastik, besi, dan masker dengan persentase sebesar 43,57 persen, 32,77 persen, 19,54 persen, dan 4,12 persen. Untuk dapat menghasilkan pellet RDF, sampah tersebut harus melalui proses homogenizer guna menghasilkan ukuran yang lebih kecil.
“Sampah yang sudah berhasil dikumpulkan akan dipisahkan berdasarkan jenisnya masing-masing. Kemudian akan dilakukan perhitungan kadar air dan nilai kalori pada sampah tersebut. Pellet RDF yang baik adalah yang memiliki kadar air rendah dan nilai kalori yang tinggi,” ungkap Mega.
Ia menambahkan, kadar air memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap proses pengeringan sampah. Semakin tinggi kadar air, akan memperlama proses pengeringan. Dari keempat jenis sampah, sampah plastik memiliki kadar air terkecil yakni 0,8% dan nilai kalori terbesar yakni 5.129 kcal/kg. Hal ini menjadikan sampah plastik memiliki kualitas pelet RDF yang lebih baik dibanding jenis sampah lainnya.
“Namun karena persentase sampah plastik lebih sedikit daripada sampah organik, maka sampah yang paling memungkinkan untuk diolah menjadi pellet RDF adalah sampah organik. Potensi energi yang mampu dihasilkan dari sampah organik cukup besar, yaitu 51,933.8 MJ/hari. Pellet RDF dapat digunakan sebagai sumber energi termal dan energi listrik bagi pemukiman,” pungkas Mega.
Mengolah sampah menjadi pellet RDF diharapkan dapat membantu mengurangi jumlah sampah yang harus dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Saat ini Kecamatan Nusa Penida memiliki dua TPA yakni TPA Biaung dan TPA Jungutbatu yang dapat menampung sebanyak lima hingga tujuh truk sampah perhari. Pellet sampah ini dinilai cocok digunakan di pulau-pulau kecil karena dapat sekaligus memenuhi kebutuhan energi.
Bagi siswa/siswi yang tertarik dengan isu lingkungan dan ingin mempelajari metode pengolahan limbah, dapat bergabung di Program Studi Teknik Lingkungan UPER. Saat ini kampus besutan PT Pertamina (Persero) tersebut sedang membuka pendaftaran Seleksi Nilai Rapor (Non Tes) periode November Tahun Akademik 2023/2024. Informasi lengkap terkait syarat dan ketentuan pendaftaran dapat diakses di laman https://pmb.universitaspertamina.ac.id
g20 g20 g20 g20 g20