Redaksi Satu – Pemalsuan beras premium kahirnya terbongkar membuat sejumlah warga mengaku kecewa setelah terungkap praktik penipuan yang dilakukan oleh sejumlah produsen beras di Indonesia.
Desi (34), warga Jakarta Timur mengaku rutin membeli beras premium setiap minggu, bahkan kerap memilih beras dengan label premium demi memberikan yang terbaik bagi keluarganya.
“Saya kaget banget ya dengar berita ini. Soalnya saya beli beras kan tiap minggu, kadang pilih yang kemasan premium karena mikirnya pasti lebih bagus buat keluarga,” ujar Desi, dikutip dari kompas.com, Minggu (13/7/2025).
Namun, setelah mendengar kabar bahwa beras-beras premium diduga oplosan dan berat kemasannya dikurangi, Desi merasa sangat dirugikan.
“Eh ternyata bisa jadi itu beras oplosan, dan beratnya pun dikurangi. Gila aja, kita udah bayar mahal, ternyata ditipu. Ini mah nyakitin rakyat kecil, apalagi yang pas-pasan kayak saya. Kenapa sih semua-muanya ditipu, pakai segala dioplos,” ujar Desi.
Hal senada juga disampaikan oleh Aminah (58). Pedagang nasi di kawasan Bogor ini mengaku sangat dirugikan dengan kondisi ini. Baginya, beras bukan sekadar kebutuhan pokok, tapi juga barang dagangan yang menentukan kelangsungan hidupnya.
“Saya nih jualan buat nyambung hidup, modal pas-pasan. Kalau berasnya ternyata dikurangin beratnya atau kualitasnya nggak sesuai, ya jelas rugi dobel. Nggak cuma saya, semua rakyat kecil yang makan beras tiap hari juga jadi korban,” ucap Aminah.
Ia menambahkan, praktik curang seperti ini sangat menyakitkan bagi masyarakat kecil.
“Kita bayar mahal-mahal, tapi malah ditipu. Yang kaya mah mungkin nggak kerasa, tapi buat kita yang ngitung setiap rupiah, ini sangat merugikan. Harusnya produsen-produsen kayak gitu dihukum berat. Udah bukan bandel lagi, tapi zolim!” lanjut dia.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyampaikan bahwa sekitar 212 merek beras terindikasi melakukan pelanggaran.
Bentuk pelanggarannya pun beragam dan sangat merugikan konsumen. Ada yang mengurangi berat bersih dalam setiap kemasan.
Ada pula yang mengoplos beras berkualitas premium dengan beras berkualitas di bawahnya lalu dijual mahal.
“Contoh, ada volume yang mengatakan 5 kilogram, padahal 4,5 kilogram,” ungkap Amran, Sabtu (12/7/2025).
“Kemudian, ada yang mengatakan bahwa ini (produk) premium, padahal itu adalah beras biasa,” lanjut dia.
Praktik mengoplos beras itu bisa menyebabkan selisih harga Rp 2.000 hingga Rp 3.000 per kilogram lebih mahal dibandingkan harga asli.
Jika praktik ini berlangsung selama 10 tahun, kata Amran, kerugian bisa mencapai Rp 1.000 triliun.
Oleh karena itu, ia telah melaporkan temuan ini ke Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung ST Burhanuddin.
Ia juga meminta agar produsen-produsen nakal itu segera ditindak tegas secara hukum.
“Katakanlah 10 tahun (praktik penipuan dilakukan), Rp 1.000 triliun. Kalau 5 tahun Rp 500 triliun. Ini kerugian,” lanjut dia.
Ia sekaligus mengimbau kepada seluruh produsen beras se-Indonesia untuk bersikap jujur.
“Pengusaha beras seluruh Indonesia, jangan melakukan hal serupa. Tolong menjual beras sesuai standar yang sudah ditentukan,” tegas Amran.



