Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menyebut tema diskusi publik ‘Koalisi Rakyat untuk Poros Perubahan’ yang digelar Komite Peduli Indonesia di Bandung, Jawa Barat, Minggu (26/6/2022) bisa disingkat menjadi; Rakyat Bersatu Tak Bisa Dikalahkan.
“Tema yang diangkat cukup menarik, ‘Koalisi Rakyat untuk Poros Perubahan’. Ini kalau dalam kalimat yang lebih singkat, padat dan jelas adalah; Rakyat Bersatu Tak Bisa Dikalahkan!” tegas LaNyalla disambut tepuk tangan hadirin.
Senator asal Jawa Timur itu tak mempersoalkan partai politik yang tengah sibuk menyusun koalisi.
“Tidak masalah. Silahkan saja. Justru dari sini harus kita awali; rakyat juga bisa menyusun koalisi, yaitu koalisi rakyat bersatu untuk perubahan Indonesia yang lebih baik,” papar LaNyalla.
Karena pemilik kedaulatan yang sesungguhnya adalah rakyat. Bukan partai politik. Dan demokrasi, lanjutnya, harus menjadi alat rakyat. Bukan rakyat dijadikan alat demokrasi.
LaNyalla meyakini masih banyak kader partai politik yang memiliki idealisme. Namun, dengan mekanisme pemilihan anggota DPR yang memberikan peluang kepada peraih suara terbanyak, mereka seringkali tersingkir dalam pemilu karena keterbatasannya.
LaNyalla juga meyakini jika masih ada anggota DPR RI yang masih memiliki idealisme. Tetapi, dengan mekanisme satu suara fraksi dan aturan recall serta ancaman PAW, tentu melemahkan perjuangan tersebut.
“Sehingga harapan para pendiri bangsa agar tumbuh generasi yang lebih sempurna tidak terwujud. Karena hari ini yang tumbuh subur adalah oligarki ekonomi yang menyatu dengan oligarki politik untuk menyandera kekuasaan agar negara tunduk dalam kendali mereka,” tegas LaNyalla.
Dikatakan LaNyalla, bangsa ini pun sudah tak lagi mengerti kedalaman makna kata ‘Republik’ yang dipilih oleh para pendiri bangsa. Padahal, dalam kata Republik tersimpul makna filosofis yang sangat dalam, yakni Res-Publica, yang artinya kemaslahatan bersama dalam arti seluas-luasnya.
“Itulah mengapa kesadaran kebangsaan ini harus kita resonansikan kepada seluruh elemen bangsa ini. Bahwa kedaulatan rakyat harus kita rebut kembali, karena rakyat adalah pemilik sah negara ini,” ujar LaNyalla.
Dijelaskannya, sebagai Ketua DPD RI yang mewakili daerah, ia telah berkeliling ke 34 provinsi dan lebih dari 300 kabupaten/kota.
Ia bertemu langsung dengan stakeholder yang ada di daerah, mulai dari pejabat pemerintah daerah hingga elemen masyarakat. Baik itu akademisi, agamawan, pegiat sosial dan kerajaan Nusantara.
“Saya menemukan satu persoalan yang hampir sama di semua daerah, yaitu ketidakadilan yang dirasakan masyarakat dan kemiskinan struktural yang sulit untuk dientaskan. Inilah yang menurut saya persoalan fundamental bangsa ini,” tutur Alumnus Universitas Brawijaya Malang itu.
Masalah itu tidak pernah bisa diselesaikan dengan pendekatan yang kuratif dan karitatif. Pun haknya tak pernah bisa diselesaikan dengan pendekatan parsial dan sektoral.
“Karena penyebabnya ada di hulu dan bukan di hilir, yaitu negara ini yang semakin menjadi negara yang sekuler, liberal dan kapitalistik,” imbuh LaNyalla.
Oleh karenanya, ia memutuskan untuk bertindak dan berpijak sebagai Negarawan, sehingga ia tak melihat persoalan ini dalam perspektif sektoral. Oleh karenanya, persoalan konstitusi ini tidak boleh hanya direduksi terbatas kepada penguatan peran kelembagaan DPD RI saja, namun harus lebih fundamental dari itu.
“Saya bisa saja egois dan hanya mendorong penguatan DPD RI melalui gagasan amandemen berikutnya. Tetapi sebagai negarawan, saya harus adil sejak dalam pikiran, harus jernih sejak dari hati. Dan, harus memadukan akal, pikir dan dzikir,” tutur LaNyalla.
Ia menjelaskan, persoalan ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Persoalan ini pun menyangkut kedaulatan rakyat sebagai pemilik sah negara ini.
“Dan persoalan inilah yang menimbulkan ketidakadilan dan kemiskinan struktural, sehingga menyebabkan negara ini tidak bisa mewujudkan hakikat dari cita-citanya, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” tegas LaNyalla.
LaNyalla mengaku pilihan tepat saat ini adalah terus mendorong kesadaran seluruh elemen bangsa kembali ke Pancasila. Mengembalikan konstitusi negara ini kepada nilai-nilai Pancasila yang tertulis di dalam naskah pembukaan konstitusi.
Menurut LaNyalla, sudah seharusnya Indonesia kembali kepada Pancasila, kembali kepada sistem demokrasi yang sesuai dengan watak dasar dan DNA asli bangsa Indonesia.
“Semoga ikhtiar kita untuk melakukan perubahan demi Indonesia yang lebih baik mendapat ridho dari Allah SWT. Sehingga ketidakadilan yang telah melampaui batas ini dapat kita akhiri dengan satu keyakinan, yaitu; Rakyat Bersatu Tak Bisa Dikalahkan!” demikian LaNyalla.
Pada kesempatan itu, Ketua DPD RI didampingi Senator asal Jawa Barat Eni Sumarni, Staf Khusus Ketua DPD RI Sefdin Syaifuddin dan Togar M Nero, Staf Ahli Ketua DPD RI Baso Juherman dan Kepala Biro Pimpinan DPD RI, Sanherif Hutagaol. Hadir pula Ketua Komite Peduli Indonesia, Tito Roesbandi, Ketua Umum Gerakan Bela Negara Brigjend TNI (Purn) Purnomo, Tokoh Sunda sekaligus Raja Lembaga Adat Karatwan (LAK) Galuh Pakuan Rahyang Mandalajati Evi Silviadi SB dan sejumlah tokoh masyarakat, aktivis lintas elemen dan pegiat konstitusi.
Sedangkan narasumber yang dihadirkan adalah Direktur Eksekutif Sabang-Marauke Circle Syahganda Nainggolan, Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jumhur Hidayat, Pendiri Forum Komunikasi Patriot Peduli Bangsa (FKP2B) Mayjen TNI (Purn) Deddy S Budiman, Sekretaris Jenderal Syarikat Islam, Ferry Joko Juliantono, Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Indra Perwira dan Pemerhati Kebangsaan, Muhammad Rizal Fadillah.(*)
SIARAN PERS
Ketua DPD RI Minggu, 26 Juni 2022